Transformasi Tradisional ke Alsintan, Usaha Tani Lebih Efektif

oleh -1,160 views
oleh

JAKARTA – Beralihnya pertanian tradisional ke pertanian modern, salah satunya ditandai dengan penggunaan alat dan mesin pertanian (alsintan). Dengan menggunakan alsintan, pekerjaan jauh lebih efektif dan hemat biaya.

Hal ini diungkapkan oleh petani di Kabupaten Maos, Cilacap, Supendi. Menurutnya, penggunaan alsintan ini sangat membantu petani. Karena pekerjaan jauh lebih cepat dan hasil yang didapat pun meningkat.

“Awal pertama kenal alsintan itu jelas traktor. Awalnya bingung cara kerjanya gimana, ditambah harus beli solar. Tetapi ketika mencoba, ternyata mudah pengoperasiannya dan dengan waktu yang cepat serta irit tenaga kerja, pembelian solar pun jadi tidak terasa. Saya hitung-hitung, jauh lebih murah,” ungkap Supendi, Minggu (17/5).

Begitu juga dengan alat perontok padi. Awalnya petani masih menggunakan sebilah papan seperti papan gilasan untuk mencuci baju, lalu padinya dirontokkan dengan cara digebut-gebut. Jelas makan tenaga dan banyak kehilangan hasil.

“Tentu lebih efisien alat perontok padi. Kita tidak membutuhkan tenaga ekstra untuk menggebut-gebutnya. Cukup dimasukan, padi akan rontok,” jelas Supendi.

Apalagi bila menggunakan combine harvester yang jauh lebih efisien dibandingkan alat perontok padi. Karena dalam satu mesin mampu mengerjakan tiga pekerjaan, yakni membabat padi, merontokkan, dan langsung dikemas ke dalama karung.

Supendi mengatakan, untuk combine harvester bisa meminjam ke UPJA. Walaupun alatnya masih belum banyak, tetapi bisa disewa secara bergantian.

“Itu alsintan memang paling ToP menurut saya. Pekerjaan kita jauh lebih singkat waktunya. Ditambah mampu menekan kehilangan hasil, tetapi sayangnya alatnya belum banyak,” ungkapnya.

Begitu musim panen, petani kembali bersiap untuk menanam kembali. Termasuk, Pramono, petani di Desa Mlati, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan. Namun pada musim tanam kali ini, ada hal yang berbeda dilakukan anggota Kelompok Tani Sido Makmur ini.

Dalam kondisi pandemi Covid-19 dan suasana Puasa, Pramono mulai memikirkan cara agar dapat melanjutkan usaha tani. Apalagi kini tenaga buruh tanam makin sulit didapat. Untuk mempercepat tanam ia pun menyewa mesin rice transplanter dari desa tetangga

“Dengan menggunakan mesin tanam ini, saya tidak perlu mencari banyak buruh tanam di tengah imbauan untuk physical distancing. Selain itu mempercepat tanam karena kondisi air yang semakin sulit,” kata Pramono.

Dengan menggunakan rice transplanter, Pramono mengakui dapat mempercepat tanam kembali pada musim kemarau (MK) I. Apalagi prediksi dari BMKG, Kabupaten Pacitan akan mengalami musim kemarau yang lebih kering dari biasanya.

“Walaupun ada virus Corona, bagaimana mau makan jika kami di rumah saja,” ujar Pramono.

Pramono mengatakan, dengan menggunakan rice transplanter dirinya tidak memerlukan waktu lama untuk menanam padi di lahan sawahnya yang berukuran 0,25 ha. Setelah masuk usia tanam, bibit padi dari baki persemaian sudah disiapkan. Kemudian regu tanam mesin rice transplanter datang untuk melakukan tugas.

“Karena baru pertama kali dan proses belajar, waktu yang banyak diperlukan saat melakukan persiapan membuat papan persemaian di lahan dengan dialasi plastik,” tuturnya.

Secara keseluruhan, diakuinya dengan mesin ini menghemat waktu dan biaya tanam yang biasa dikeluarkan jika menggunakan tanam manual oleh buruh tani.

Pramono berharap, operasional mesin rice transplanter perdana di Kelompok Tani Sido Makmur menjadi media belajar (demplot) untuk seluruh petani di Desa Mlati. Dengan mengetahui cara kerja mesin tanam tersebut, dapat menjadi solusi mengingat ketersediaan buruh tanam yang semakin berkurang.

Seperti pesan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) kepada seluruh insan pertanian harus tetap melakukan pekerjaannya di tengah Pandemi Covid 19, khususnya mencegah terjadinya krisis pangan.

“Walaupun dalam kondisi pandemi covid-19, don’t stop, maju terus, pangan harus tersedia dan rakyat tidak boleh kekurangan pangan. Setelah panen segera lakukan percepatan tanam, tidak ada lahan yang menganggur selama satu bulan,” tegas Mentan SYL.

Menteri SYL mengatakan, penggunaan teknologi diharapkan mampu meningkatkan produksi padi pada tahun-tahun mendatang.

“Dengan teknologi, saya berharap tidak mendengar adanya penurunan produksi. Gunakanlah alat canggih yang ada supaya kita bisa ekspor. Kita harus serius dalam mengurus pertanian ini,” tutur Mentan SYL.

Sementara, Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Sarwo Edhy mengatakan, selain ke UPJA, petani juga bisa melakukan sewa pinjam Alsintan yang dikelola Brigade Alsintan, dan Kelompok Usaha Bersama (KUB) di daerah masing-masing.

“Dengan menggunakan Alsintan, petani akan lebih hemat dan lebih cepat dalam proses menanam juga panen,” katanya.

Keuntungan lain, penggunaan Alsintan dapat mengurangi penyusutan hasil panen (losses) sebesar 10% dan meningkatkan nilai tambah. Bahkan, penanaman padi yang dulunya hanya satu kali setahun, kini bisa tiga kali karena proses pengolahan dan panen yang cepat.

“Produksi yang dicapai petani lebih tinggi, pendapatan petani pun ikut naik,” tambahnya.

Sarwo Edhy juga mengatakan, alsintan yang dikelola UPJA di sejumlah daerah sudah banyak yang berhasil. UPJA terbukti bisa memberikan nilai tambah kepada poktan atau gapoktan.

“Ada salah satu UPJA yang mengelola alsintan kurun dua bulan bisa mendapatkan hasil dari sewa alsintan ke petani hingga Rp 46 juta,” pungkas Sarwo Edhy.(****)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *