Antara Peraturan dan Sertifikasi UMKM Pariwisata

oleh -2,334 views
oleh

Oleh : Arius SM Hutahaean, M.H (Kemenparekraf/Anggota Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia)

Jakarta – Presiden RI dalam berbagai kesempatan menegaskan perlunya memangkas birokrasi yang menghambat investasi, bahkan pada rapat terbatas Kabinet Indonesia Maju tanggal 21 November 2019, Presiden menginstruksikan pada jajaran kabinetnya untuk mencabut 40 Peraturan Menteri sampai akhir bulan Desember ini.

Pada acara konferensi pers realisasi penanaman modal triwulan III 2019 yang di gelar tanggal 31 Oktober 2019, Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia mengatakan Presiden Jokowi meminta untuk menaikkan realisasi investasi, memperkuat usaha mikro kecil dan menengah (UMKM), menciptakan lapangan pekerjaan serta mempermudah urusan bisnis. Oleh karena itu tiga langkah yang akan dilakukan BKPM, salah satunya adalah mendorong investasi untuk masuk ke UMKM dengan cara memperkuat usaha agar memenuhi syarat kualitas.

Usaha pariwisata adalah usaha yang butuh investasi, mulai dari usaha mikro, kecil, menengah, hingga besar. Permen Pariwisata No.18 Tahun 2016 menetapkan 73 jenis usaha pariwisata, dan jumlah ini akan terus bertambah seiring dengan perkembangan kebutuhan wisatawan.

Untuk menjamin kelancaran berusaha, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif menerbitkan Peraturan Menteri Pariwisata No.18 Tahun 2016 Tentang Pendaftaran Usaha Pariwisata; Permenpar No.1 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Usaha Pariwisata, dan Permenpar No.10 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pariwisata.

Pasal 4 ayat (1) Permenpar No. 18/2016, menetapkan pengelola usaha wajib melakukan pendaftaran usaha pariwisata. Pasal 28 menetapkan Tanda Daftar Usaha Pariwisata (TDUP) sebagai persyaratan dasar sertifikasi usaha. Pasal 20 menetapkan pendaftaran usaha tidak dipungut biaya. Pasal 9 ayat (2) Permenpar No.1/2016 menetapkan Pemerintah dan pemerintah daerah “dapat” membiayai pelaksanaan sertifikasi pengusaha pariwisata mikro dan kecil dalam rangka pembangunan usaha pariwisata indonesia.

Bagi UMKM pariwisata, tiga Peraturan Menteri tersebut belum memberi dampak signifikan bagi pertumbuhan investasi dan standar kualitas. Karena disatu sisi diatur pendaftaran usaha wajib bagi semua jenis usaha karena tidak dipungut biaya, disisi lain penyelenggaraan sertifikasi dapat dibiayai.

Walaupun pendaftaran usaha tidak dipungut biaya, tetapi biaya timbul pada saat pengurusan dokumen lampiran yang menjadi persyaratan pendaftaran usaha. Dan oleh karena pendaftaran usaha adalah kewajiban mendasar atau ijin prinsip yang harus dimiliki UMKM untuk sertifikasi standar kualitasnya, maka sekalipun dibiayai oleh pemerintah alias gratis, sertifikasi tidak dapat dilaksanakan. Alhasil daya saing UMKM masih rendah, perlu ditingkatkan kualitas usahanya seperti pernyataan Ketua BKPM di atas.

Kondisi lain yang cukup memprihatinkan adalah Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten/Kota belum menerapkan Permenpar No.10 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Perijinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik Sektor Pariwisata.

Dengan peraturan ini sesungguhnya proses pendaftaran usaha UMKM akan sangat sederhana, tidak berbelit, efisien dan efektif, cepat dan tepat, tanpa biaya, lebih fleksibel karena hanya perlu komitmen dari UMKM untuk melengkapi dokumen phisik dalam waktu satu tahun. Cukup mengisi aplikasi online pendaftaran usaha, UMKM langsung dapat Nomor Induk Berusaha (NIB), yang berarti diperbolehkan mulai menjalankan usahanya.

Agar UMKM pariwisata lebih menggeliat lagi, perlu dilakukan penyederhanaan peraturan, bahkan dikurangi dengan menggabungkan tiga peraturan diatas menjadi satu, karena bukan jumlah yang menentukan tetapi kualitas peraturan yaitu memberikan kemudahan dan kesempatan berusaha, meningkatkan standar kualitas dan daya saing, membuka lapangan kerja baru, efisiensi dan efektifitas perijinan.

Seluruh Pemda Propinsi, Kabupaten/Kota juga melakukan hal serupa, terutama penerapan pelayanan perijinan berusaha terintegrasi secara elektronik. Penyederhanaan dengan prinsip mendahulukan kepentingan nasional tanpa menghilangkan kepentingan daerah. Hemat aturan tetapi berkualitas jauh lebih baik dibandingkan banyak tetapi tidak pro rakyat khususnya UMKM pariwisata. “Viva La Vida”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *