Guntur Sakti: Setiap Zaman Ada Orangnya

oleh -1,371 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID, – Pariwisata semakin moncer saja. Terakhir, Presiden Jokowi nge-twit hasil jajak pendapat Rough Guides, bahwa Indonesia peringkat 6 dunia sebagai destinasi wisata kelas dunia. https://twitter.com/jokowi/status/1091903017148796928, pada 2 Februari 2019. Lalu 3 Februari di post lagi di Facebook @Jokowi.
Orang nomor satu di negeri ini semakin sering mengungkapkan optimism-nya sector Pariwisata menjadi core economy banga. Sekaligus semakin menguatkan great spirit & grand strategi Menpar Arief Yahya yang menjadi panglima pariwisata Indonesia, untuk menterjemahkan dalam target 20 juta wisman di 2019.
Sesekali kita interview dengan Karo Komblik Kemenpar, Guntur Sakti, seperti apa sih strategi, taktik, dan implementasi lapangan yang dilakukan Menpar Arief Yahya? Dialah salah satu orang yang selalu mengikuti ke mana arah dan langkah menteri asal Banyuwangi yang pernah melambungkan performance PT Telkom Indonesia itu.
.
Apa kabar Pak GS (sapaan akrab Guntur Sakti, red)?
GS: Alhamdulillah baik.

Apa yang Anda rasakan, selama bergabung di Kemenpar? Setelah lama menjabat sebagai Kadispar Kepri?

GS: Luar biasa! Saya beruntung, mendapat CEO – Chief Executive Officer seperti Pak Menpar Arief Yahya ini. Antara teori dan praktik, antara konsep dan implementasi, antara great spirit dan grand strategy berjalan seiring. Pantas sekali Mark Plus menobatkan beliau sebagai Marketeer of The Year sejak 2013, dan sampai 2018 menjadi ketua dewan juri dalam pemilihan best marketer di sana. Masuk akal juga jika beliau Cum Laude, lulus dengan pujian, Doktor Strategic Managemen di Unpad Bandung.
Saya, dan banyak pejabat di Kemenpar belajar banyak dari beliau. Industri Pariwisata juga ikut menyerap ilmu marketing dan manajemen dari beliau. Apalagi kalau sudah urusan digital. Kami sering menyebut beliau ini “dewa”-nya digital. Background study di Elektro ITB dan Telematika di Surrey University, UK memperkuat basic ilmiahnya. Ditambah karier selama di Telkom, industri teknologi digital yang makin sulit terbantah.

Oh ya Pak GS sudah baca catatan Pengamat Pariwisata Sapta Nirwandar di Sindonews? Bisa di klik di dini https://nasional.sindonews.com/read/1375883/18/kinerja-pariwisata-indonesia-1549218411 ? Apa komentar Anda?

GS: Ya saya sudah membacanya. Maksud dan intinya sih sudah saya tangkap.
.
Gagasan yang ditawarkan dalam catatan itu, juga tidak ada yang baru. Kita sudah terlalu jauh melangkah. Ini mengajak flashback. Sebenarnya. tidak elok kalau saya harus menjawab, beliau kan Mantan Wakil Menparekraf. Beliau selama beberapa tahun juga masih diangkat melalui SK Menpar sebagai penasehat, bersama para mantan menteri Pariwisata lainnya, Ibu Mari Pangestu dan Pak Ardika. Lalu pernah diangkat menjadi tim percepatan wisata halal. Sebaiknya, kita hormati sajalah, pendapat beliau.

Tapi kan ini sudah disampaikan di ruang public? Melalui media? Tugas Pak GS kan memberi klarifikasi?

GS: Saya diajari Pak Menteri untuk menjaga kondusivitas dan ekosistem industri Pariwisata yang terus optimis bertumbuh. Tidak perlu gaduh dan berpolemik yang membuat “keruh” suasananya. Kalau mau memperbaiki, ambil ikannya, tak perlu keruh kolamnya.

Ok Pak GS, menurut beliau, Kementrian Pariwisata “Gagal Mencapai Target” Presiden Jokowi. Tahun 2017 hanya 14 juta, dari target 15 juta? Tahun 2018, data perkiraan juga tidak tembus 17 juta? Bagaimana menurut Pak GS?

GS: Nah, itu sudah disampaikan berkali-kali di banyak forum. Semua orang juga sudah tahu. Ada force majeure, ada kejadian luar biasa, bencana alam, dan bencana alam itu bisa terjadi di mana-mana. Apakah bencana ini mempengaruhi kunjungan wisman dan wisnus, jawabannya semua orang juga tahu. Pasti!
.
September 2017, Gunung Agung aktif, erupsi bahkan sempat menutup Bandara Ngurah Rai Bali dan Lombok International Airport. Sempat terjadi kepanikan dan viralnya sampai di mana-mana, termasuk pasar utama Tiongkok. Dampaknya lebih dari 10 negara mengeluarkan Travel Advice ke Indonesia, bukan hanya di Bali ya. Karena orang wisata dengan tujuan utama ke Bali, tidak semua direct flight, bisa transit di Singapore, Malaysia, Jakarta, Surabaya dan lainnya.
.
Hebatnya Pak Menpar Arief Yahya justru di saat bencana, sudah menerapkan Disaster Managemen yang berstandar UNWTO. Ada tahap Mitigasi atau Tanggap Darurat, Recovery dan Normalisasi versi pariwisata. Ada tahap mempromosikan daerah yang tidak terdampak dulu, baru percepatan recovery. Dampaknya 1 juta wisman dari erupsi itu.
.
Anda mungkin perlu tahu, dari Oktober sampai Desember 2017, wisman Tiongkok betul-betul nihil. Padahal itulah season saat wisman berkunjung dan industri pariwisata panen. Di saat wisman dari Australia dan lainnya sudah mulai recover, Tiongkok tetap travel advice. Pak Menteri sendiri yang datang ke Beijing, mengumpulkan media dan lebih dari 400 travel operator dan travel agent di Tiongkok, untuk menjelaskan bahwa Bali aman. Baru di Imlek, akhir Januari 2018 “peringatan pemerintah” buat travelers Tiongkok itu dicabut.
.
Tahun 2018, gempa Lombok, disusul gempa dan tsunami di Palu Donggala, lalu beruntun daerah-daerah lain di tanah air. Puluhan Negara juga Travel Advice. Apakah itu berdampak?

Saya kira kita sepaham bahwa Satu jutaan wisman yang cancel atau reroute ke destinasi lain. Orang berwisata, itu mau happy, ingin senang, menikmati alam, budaya dan buatan, mencari pengalaman baru.
.
Kalau masih belum percaya bahwa bencana akan berdampak serius? Travel advice akan berdampak signifikan? Lihat saja 14 pilar TTCI Travel Tourism Competitiveness Index di World Economic Forum, ada Safety and Security di sana.
.
Nah, tahun 2018 juga ditambah dengan polemil zero dollar tour dari Tiongkok dan jatuhnya Pesawat Lion Air? Apakah itu besar dampaknya?

GS: Sangat! Industri Pariwisata itu nyawanya adalah hospitality. Semua orang pahamlah, keramah tamahan. Dan dengan media sosial, media online, dunia ini connected, satu orang dengan orang lain, satu bangsa dengan bangsa lain, satu belahan bumi dengan belahan bumi lainnya. Tidak ada jarak, tidak ada border. Kejadian di sini, bisa cepat dirasakan, dilihat, dicari infonya dari manapun juga.
.
Polemik yang sempat mengeluarkan kata-kata “keras” bahkan menjurus pada kalimat “kasar” itu didengar juga oleh travelers kita yang hendak ke Bali. Kata-kata: pengusiran, penutupan, gembel, murahan, dan sebangsanya itu juga viral di originasi kita. Pariwisata adalah industri jasa, services, bagaimana bisa melayani jika narasinya seperti itu?
.
Jatuhnya pesawat, itu juga sudah pasti berdampak pada safety and security. Malaysia juga pernah mengalaminya. Padahal kita semua tahu 75% wisman masuk ke Indonesia melalui jembatan udara atau airlines.
.

Bagaimana dengan catatan Pak SN soal wisman yang turun, Jepang (-7,52%), Taiwan (21,41%) Korea Selatan (-15.28%), Arab Saudi (-8,9), Belanda (-0,36%). China naik (2,12%), Australia (3,52%), dan rata-rata negara Eropa (1,76%). Mengapa ini terjadi?
.
GS:
Kan sudah di jawab di atas? Jangan tergoda dengan angka persentase, yang kelihatan besar. Lihat juga jumlahnya. Kalau persentase besar dari negara yang jumlah wismannya besar, itu alert, berbahaya. Begitu pun sebaliknya, jadi jangan mudah terharu oleh persentase. Misalnya, Tiongkok, Singapore, Malaysia, Australia, itu jumlahnya besar, jadi naik dengan persentase kecil pun, angkanya besar.
Dan, kita punya war room yang setiap hari realtime up date, memberikan informasi yang valid, untuk membuat keputusan manajemen yang cepat dan on target.
.
.
Indonesia dapat lebih dari 66 awards pada 2018. Apa betul awards tidak ada korelasi positif dengan jumlah kunjungan wisman?
.
GS: Ini soal marketing, strategi branding. Saya dulu juga berpikiran begitu. Tapi, dulu.. Ya kita juga harus paham, bahwa setiap zaman ada orangnya, dan setiap orang ada zamannya.
Kalau kita tidak mau memperkaya ilmu lagi, kita bisa tertinggal. Persaingan ke depan, yang cepat mengalahkan yang lambat, bukan yang besar mengalahkan yang kecil. Saya makin banyak belajar soal strategi BAS-Branding, Advertising, Selling-nya Pak Menteri Arief Yahya.
.
Branding itu long term investment. Investasi jangka panjang. Sekarang investasi, hasilnya 3-5 tahun ke depan. Awards itu termasuk dalam strategi branding. Hasilnya jangka panjang, tetapi kalau tidak kita lakukan saat ini, kita akan semakin sulit mengejar fondasi produk pariwisata kita ke depan.
.
Pak Menteri sering mengibaratkan, orang tua mencari menantu laki-laki. Pilihan A, seorang satpam dengan gaji 5 juta, punya sepeda motor, dan sudah punya pekerjaan. Pilihan B, mahasiswa ITB Bandung, jurusan Elektro, juara kelas, juara di kampusnya, tapi duitnya masih pas-pasan, belum ada pekerjaan. Anda kalau menjadi orang tua, menyarahkan anak perempuan Anda memilih yang mana?
.
Pasti B? Bukan karena performance saat ini, tapi punya proyeksi masa depan yang lebih bagus. Itulah long term investment. Mahasiswa itu sedang berinvestasi untuk masa depan, menambah ilmu, menambah value, memperkuat brandingnya. Itulah Branding.
.
Advertising sudah mulai mengajak orang untuk datang. Dan Selling sudah “memaksa” orang datang dengan cara membuat pilihan yang sulit untuk ditolak. Misalnya hot deals, diskon 70% ke Kepri, buat wisman yang sudah ada di Singapore. Itu tidak perlu pernghargaan atau awards, tinggal pasang harga diskon besar, beri kemudahan, insentif akses, selesai.
.
Pak Menteri memikirkan jangka panjang, jangka menengah, dan jangka pendek. Jadi, jangan menyoal program jangka panjang dengan menggunakan ekspektasi jangka pendek. Jaka Sembung naik ojek, alias gak nyambung jek.

Jadi penting sekali ya untuk Branding? Penghargaan-penghargaan itu?

GS: iya, itu penting banget. Pak Menteri menyebut 3C, award itu tentu sudah di-Calibration, menggunakan standard an kriteria umum, nasional bahkan dunia. Secara internal untuk menaikkan self Confidence. Secara eksternal juga memperkuat Credibility.

.
Bagaimana dengan soal Spending? Atau pengeluaran wisman? Kan berbeda-beda? Yang Eropa Amerika, Timur Tengah, Asia Pasifik relative besar. Yang CrossBorder kan kecil?

GS: Betul, Kemenpar itu menggarap semua segmentasi. Jadi kalau kita sejak 2016 menggarap pasar crossborder atau daerah perbatasan dengan berbagai festival itu, bukan berarti pasar utama yang lain diabaikan. Semua segmen digarap dengan serius, bahkan dengan digital saat ini sudah semakin tidak relevan membicarakan segmentasi.

Karena The More Digital, The More Personal. 50% travelers yang ke Indonesia saat ini adalah millennials, mereka sudah tersambung dengan teknologi digital, online media, dan social media. Mereka sudah look book pay dengan online. Mereka search and share dengan online. Dengan teknologi big data, customers yang big and loud ini sudah bisa dikompilasi dengan baik dan detail.

Dengan digital juga semakin matching, produk kita seperti apa? Akan bertemu dengan customers yang seperti apa pula? Ada yang high end, kelas atas. Ada yang kelas menengah, ada juga kelas glampackers. Ada yang suka experiences dengan millennials tourism, ada yang romantic dan wedding tourism, wah itu semua sudah ditulis dengan detail di #CEOMessage Pak Menpar Arief Yahya. Googling saja deh, akan ketemu semua grand strategy dan taktik implementasinya.

Bagaimana Soal Budgeting Pariwisata yang naik, tetapi hasilnya kok tidak eksponensial? Katanya begitu?

GS: Kita ini masih jauh dari usulan Kemenpar, tidak sampai 50% yang disetujui, untuk mendapatkan target 20 juta wisman. Dengan kata lain, dengan budget yang hanya separoh, ditambah berbagai bencana alam yang terjadi di 2017-2018, capaian saat ini sudah sangat luar biasa. Belum pernah terjadi dalam sejarah rapublik ini.

Soal peran pemerintah yang penting dan industri lebih penting? Bagaimana Pak GS?

GS: Tidak ada yang baru kan? Dari dulu Pak Menpar Arief Yahya sudah meluncurkan konsep Pentahelix Model, ABCGM. Academician, Business, Community, Government dan Media. Business itu sama dengan industry.
Termasuk soal travel mart di dunia, mempertemukan buyers dan sellers, dari ITB Berlin, WTM London, FITUR Madrid, CITM Shanghai, ATM Dubai, ITB Asia Singapore, dan lainnya. Offline jalan, online lebih kencang.

Soal Indonesia Incorporated? Bagaimana Pak GS?

GS: Googling deh. Dari tahun 2015 Pak Menpar Arief Yahya sudah mempopularkan konsep Indonesia Incorporated, sampai sekarang juga, bersinergi dengan Kemenlu (mengoptimalkan KBRI-KJRI), Kemenhub (optimalkan akses melakui Airlines, Airport, Airnav), KemenPUPR (membangun infrastruktur Pariwisata, menuju ke destinasi wisata), Kemenkes, BNPB, Basarnas, Polri-TNI, untuk disaster management, Pemda Provinsi dan Kabupaten Kota, untuk membangun produk Pariwisata yang bernama destinasi.

Saya kira, kalau urusan Incorporated, Pak Menpar Arief Yahya sudah melakukan juah lebih mendalam, lebih konkret, lebih banyak dan lebih sistematis daripada sebelum-sebelumnya. Bahkan, setiap tahun Pak Menteri datang sendiri ke mereka.

Soal Sustainable Tourism Development? Atau Pariwisata Berkelanjutan?

GS: Soal Pariwisata Berkelanjutan ini, Kemenpar sudah beberapa langkah lebih maju, tidak di awang-awang lagi, dan pasca pertemuan Pak Menpar Arief Yahya dengan Sekjen UNWTO Zurab Pololikashvili di FITUR Madrid, 24 Januari 2019 semakin meyakinkan. Kemenpar punya Tim Percepatan Pariwisata Berkelanjutan, diketuai Ibu Valerina Daniel.

Komitmen Indonesia dalam mengembangkan konsep STD Sustainable Tourism Development, Sustainable Tourism Observatory (STO), dan menuju Sustainable Tourism Certification (STC) sangat serius dan progres. Selama tiga tahun terakhir, Kemenpar cukup getol membangun konsep pengembangan Pariwisata berkelanjutan itu, lalu berkunjung dan memberikan pelatihan.

Sejak 2016, melalui SK Menpar no 14/2016. Lalu membangun 5 model STO, yang menjadi bagian dari UNWTO. Sampai-sampai Indonesia menjadi negara kedua se Asia Pasifik, setelah China yang membangun STO. Ke-5 STO yang masuk dalam network INSTO itu adalah: Pangandaran (bersama ITB Bandung), Sleman Jogjakarta (dengan UGM), Sasaot Lombok (dengan Universitas Mataram), Samosir (dengan Universitas Sumatera Utara), dan Sanur Bali (dengan Universitas Udayana).

Setelah 5 lokasi berjalan, kini dikembangkan 7 titik lagi, yang semua berada di kawasan yang sedang dikembangkan sebagai 10 Bali Baru, atau 10 Destinasi Prioritas. Diantaranya, Tanjung Lesung Banten (dengan Universitas Indonesia), Tanjung Kelayang Belitung (dengan IPB Bogor), Kepulauan Seribu Jakarta (dengan Universitas Pancasila), Bromo Tengger Semeru – BTS (dengan Unair Surabaya), Labuan Bajo Komodo (dengan Universitas Flores), Wakatobi Sultra (dengan Universitas Hasanuddin Makassar) dan Morotai Maluku Utara (dengan Universitas Khairun).

Tahap berikutnya, Pak Menpar Arief Yahya membentuk ISTC – Indonesia Sustainable Tourism Council, untuk menyusun guidelines dan program sertifikasi. Kemenpar menggandeng GSTC, membuat ToT – Training of Trainners, dan mengeluarkan sertifikat Pariwisata berkelanjutan.

Ada kata-kata yang sering disampaikan Pak Menteri Pariwisata terkait dengan ini: “Semakin dilestarikan, semakin mensejahterakan.” Lalu sering menggunakan istilah ECE – Environment, Community, dan Economic Value. Atau dengan bahasa yang lebih mudah 3P, Planet People Prosperity.

Soal Strategi membentuk Tim Percepatan yang dinilai sering bertabrakan internal?

GS: Ya itu biasa saja. Proses pembelajaran itu selalu ada yang bersinggungan. Namanya juga proses. Tetapi opsi itu adalah yang terbaik, dari 3B yang kemungkinan bisa dilakukan. To Build, membangun dari nol, butuh waktu lama, dan tingkat kegagalannya lebih tinggi. To Borrow, seperti yang sekarang, menggunakan shadow management, meminjam tenaga ahli, orang yang sudah punya reputasi untuk membuat percepatan. To Buy, itu mengganti semua dengan yang baru, lebih tabrakan lagi kalau memilih yang ini.

Kita memilih To Borrow, sambil belajar manajemen, project menagemen, sambil meninggalkan jejak yang progresif, etos kerja yang professional, Winway Solid Speed Smart, pada para pejabat di lingkungan Kemenpar. Saya kira Kemenpar saat ini jauh lebih professional, lebih melayani, seperti korporasi, tidak birokrasi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *