Hoax Pascagempa Palu Rugikan Masyarakat dan Pariwisata

oleh -1,885 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID– Informasi palsu atau hoax pascabencana kerap merugikan. Hoax membahayakan karena menyebarkan kabar bohong. Berita tidak benar. Serta informasi menyesatkan.

Salah satunya pascagempa di wilayah Donggala, Palu dan Mamuju, Sulawesi Tengah. Suasana dibuat mencekam. Sehingga, menimbulkan rasa takut datang ke Sulteng kemudian hari.

Kementerian Komunikasi dan Informatika telah melakukan pemantauan atas konten negatif di internet, sejak Sabtu (29/9). Baik melalui situs maupun media sosial dan platform chatting. Hasilnya, ditemukan konten yang berisi informasi hoax.

Hoax-hoax tersebut antara lain adanya gempa bumi susulan. Faktanya, tidak ada satu pun negara di dunia yang mampu memprediksi gempa secara pasti. Hal ini dikonfirmasi langsung dari Kepala Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho.

Hoax berikutnya adalah bendungan Bili-Bili di Kabupaten Gowa Retak. Faktanya bendungan Bili-bili masih dalam keadaan aman dan terkendali setelah dilakukan pengecekan oleh pihak Polsek Mamuju Gowa.

Lalu ada juga berita Walikota Palu Meninggal. Kabar ini dipastikan hoax. Faktanya Walikota Palu Hidayat tidak meninggal dan kini turut melakukan tanggap darurat gempa bumi di Palu, Sulawesi Tengah.

“Lalu ada hoax korban musibah. Foto yang digunakan tersebut adalah foto kejadian gempa tsunami Aceh 26 Desember 2004 yang disebarluaskan kembali sebagai dokumentasi korban gempa tsunami Palu,” ujar Plt. Kepala Biro Humas Kemenkominfo, Ferdinandus Setu, Selasa (2/10).

Ferdinandus menambahkan, adanya penerbangan gratis dari Makassar menuju Palu gratis bagi keluarga korban juga termasuk hoax.

“Pesawat Hercules TNI AU menuju ke Palu diutamakan membawa bantuan logistik, paramedis, obat-obatan, makanan siap saji, dan alat berat. Pemberangkatan dari Palu prioritas untuk mengangkut pengungsi diutamakan lansia, wanita dan anak-anak, serta pasien ke Makassar,” tuturnya.

Kemenkominfo mengimbau agar seluruh masyarakat tidak mudah mempercayai informasi hoax. Juga tidak ikut menyebarluaskan informasi yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya atau tidak jelas sumbernya.

Kemenkominfo menilai hoax sangat berbahaya. Hoax dianggap sumber petaka, sumber perpecahan, pertengkaran, sumber permusuhan, dan sumber perselisihan.

“Karena informasinya tidak faktual, tidak berdasarkan fakta. Hoax sangat berpotensi, meluas melalui media sosial, viral dan mengacaukan persepsi publik,” ungkapnya.

Menurutnya, itulah mengapa media konvensional tetap dibutuhkan sepanjang masa. Karena, memiliki Kode Etik Jurnalistik dan tunduk dengan Dewan Pers. Di kode etik itu dijelaskan, syarat wajib sebuah berita itu siap dinaikkan. Harus faktual, harus balance, coverboth sides, harus ada konfirmasi, harus ada sumber yang kompeten dan terpercaya.

Dampak hoax juga berimbas terhadap sektor pariwisata. Karena hoax, tidak sedikit wisatawan jadi takut datang ke Indonesia.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menilai, pariwisata sering tertekan, atas maraknya hoax. Apalagi travelers saat ini sangat melek media sosial, mereka search (look), book, pay sudah online.

“Mereka sangat mudah terhasut oleh aneka kabar bohong, dan sangat cepat berubah karena pengaruh hoax,” ujar Menpar Arief Yahya.

Tidak sekali dua kali Menpar mendapati foto-foto seram diviralkan dari whatsApp, messangers, dan media sosial lain. Penyebarannya meluas sampai ke originasi pariwisata, seperti Singapura, Malaysia, bahkan Tiongkok.

“Itulah yang saya sesalkan, iseng-iseng itu tidak lucu sama sekali karena masuk dalam radar kami di pariwisata. Kami bisa detect sentimen negatifnya di War Room M-17, lantai 16 ruang kendali Go Digital Kemenpar. Kami terus amati perkembangan menit demi menit, dan viral itu cukup mengacau,” jelas Menpar Arief Yahya.

Seperti diketahui, era digital itu membuat dunia semakin flat, tidak ada jarak dan waktu lagi. Kejadian di mana saja bisa dipantau secara live kapan saja. Termasuk kalau ada “pengacau” atau “hackers” yang mem-posting foto-foto yang bertujuan untuk merusak suasana negara lain seperti itu.

“Karena itu dalam dua hari ini kami terus meng-counter dengan mem-posting foto dan text yang sebenarnya, tidak diedit, dan mencari foto lama yang mirip dengan yang disebarkan itu untuk menunjukkan bahwa itu hoax,” kata Arief Yahya.

Langkah yang dilakukan tidak hanya itu. Kemenpar juga punya Generasi Pesona Indonesia (GenPI) dan Generasi Wonderful Indonesia (GenWI). Genpi adalah komunitas netizen yang menyadari bahaya hoax, karena itu Genpi – Genwi juga punya kode etik; No Hoax, No Politics, No Sara.

Berkali-kali GenPI menangkal hoax. Seperti saat laut Nusa Penida diisukan kotor dan penuh sampah.

“Genpi turun dan meng-capture suasana Bali dan Nusa Penida, mengambil foto, video, live, dan diposting diberi timeline, waktu mengambil gambar. Begitu juga di Komodo Labuan, yang sempat diteror isu illegal fishing, teman-teman Genpi juga explorasi bawah laut yang akhirnya klir,” ungkapnya.

Masih teringat juga saat Gunung Agung atau Gemoa Lombok. Banyak yang tidak memahami bahwa suasana di Bali baik-baik saja, hanya dengan memotret dan video realtime, semua terkikis.

Arief Yahya menyadari bahwa perang cyber juga terjadi di pariwisata. Era digital ini harus pintar menyiasati viral karena jika sembarangan justru bisa merusakimage.

“Ingat 70% travellers sudah menggunakan online service untul search, book, dan pay. Mereka share dengan digital pula. Karena itu kita harus lebih canggih, lebih solid, lebih speed, dan lebih smart!” tegasnya.

“Sekedar tahu, bahwa kami tahu, siapa yang bermain-main dengan hoax ini! Siapa yang pertama kali upload, siapa saja yang share, siapa yang memberi caption atau kata-kata yang merusak itu. Jangan lakukan lagi, sesama negara ASEAN itu punya komitmen untuk join marketing, sama-sama bekerja untuk maju bersama,” tambah Mantan Dirut PT Telkom ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *