Mengoptimalkan Manajemen Krisis Penanganan COVID-19, Memulihkan Destinasi Pariwisata

oleh -560 views
oleh

JAKARTA – Pandemi COVID-19 benar-benar memporak-porandakan perekonomian Indonesia, tak terkecuali sektor pariwisata dan ekonomi kreatif. Upaya pemulihan perekonomian Indonesia terus dilakukan di era adaptasi kebiasaan baru saat ini. Tak terkecuali Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang terus berupaya keras membangkitkan kembali destinasi wisata dan ekonomi kreatif yang terpukul imbas COVID-19.

Sekretaris Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Hariyanto memaparkan skema pemulihan sektor pariwisata dengan mengoptimalkan manajemen krisis penanganan COVID-19. Menurut Hariyanto, dari penelitian yang dilakukannya ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata di era adaptasi kebiasaan baru saat ini. “Isu kesehatan menjadi faktor utama pertimbangan wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Untuk itu, pada era adaptasi kebiasaan baru saat ini protokol kesehatan dan CHSE harus diterapkan di destinasi wisata,” kata Hariyanto saat berbincang dengan wartawan, Senin (10/11/2020).

Menurutnya, kedisiplinan penerapan protokol kesehatan dan destinasi berstandar CHSE (Cleanliness, Health, Safety and Environmental) adalah hal mutlak yang merupakan stimulus bagi wisatawan untuk kembali mengunjungi obyek wisata. Hal itu berkaitan dengan indeks persepsi dari pasar internasional terkait penanganan COVID-19 di Indonesia yang berada di kisaran 20 persen. Hal ini mengindikasikan persepsi negatif terhadap dunia pariwisata Indonesia. Hal itu lantaran terjadinya peningkatan signifikan kasus COVID-19 pada awal Juli lalu.

Hal itu semakin diperparah dengan minimnya kesadaran wisatawan dan masyarakat mengenai protokol kesehatan di destinasi wisata yang masih rendah. “Juga belum ada regulasi sebagai program standar penanganan krisis destinasi pariwisata terdampak pandemi COVID-19. Pengendalian dan harmonisasi kebijakan dalam penanganan krisis akibat pandemi COVID-19 masih rendah,” papar dia. Belum lagi indikator kebersihan dan kesehatan Indonesia menurut indeks daya saing TTCI masih terbilang rendah. Untuk mengatasi hal itu, maka diperlukan regulasi yang adaptif terhadap pandemi COVID-19 dan aplikasi berbasis TTCI,” papar dia.

Dengan begitu, Hariyanto optimistis kepercayaan masyarakat terhadap peran dan fungsi manajemen krisis penanganan pandemi COVID-19 dalam rangka mitigasi pemulihan dan kesiapan destinasi wisata akan tumbuh. Daerah juga memiliki pedoman standar penerapan protokol kesehatan dan CHSE di destinasi wisata yang memenuhi preferensi wisatawan. “Akan terjadi juga pemberdayaan masyarakat di destinasi wisata dan ekonomi kreatif yang berujung pada bergeliatnya perekonomian masyarakat,” ujarnya.

Maka dari itu, menurut Hariyanto rencana strategis dalam jangka pendek adalah perlunya validasi data, penyiapan draft regulasi, melakukan harmonisasi regulasi dan menyiapkan rancangan aplikasi indikator TTCI. Bagi Hariyanto, hal itu merupakan tahapan yang harus dilakukan untuk sebagai pedoman tak hanya kepada masyarakat, tetapi juga pelaku di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif agar tak menjadi cluster baru penyebaran COVID-19. Hal ini perlu diterapkan di seluruh destinasi wisata di Indonesia agar COVID-19 dapat dikendalikan. Di sisi lain, wisatawan mendapatkan jaminan keamanan dari aspek kesehatan dalam hal paparan COVID-19. “Outputnya adalah implementasi pedoman pariwisata dalam penanganan krisis pandemi di seluruh destinasi,” kata Hariyanto.

Dukungan datang dari Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Hetifah Sjaifudian mengapresiasi penuh apa yang disampaikan oleh Hariyanto. Sebagai wakil rakyat yang membidangi pariwisata, Hetifah mendukung optimalisasi manajemen krisis penanganan pandemi COVID-19 dalam rangka pemulihan destinasi pariwisata. “Ini merupakan alternatif solusi yang dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap kebersihan, kesehatan, keselamatan dan keberlangsungan lingkungan di destinasi pariwisata,” kata dia.

Ia menilai perlu sinergi semua stakeholder untuk merealisasikan gagasan yang disampaikan Hariyanto. Bukan hanya untuk kepentingan pemerintah belaka, menurutnya hal ini dilakukan untuk kembali menggerakkan dan meningkatkan kualitas destinasi pariwisata Indonesia yang berorientasi pada peningkatan perekonomian masyarakat. “Ini menjadi tanggung jawab bersama bagaimana kita kembali meyakinkan wisatawan bahwa destinasi pariwisata kita nantinya siap dikunjungi karena sudah menerapkan protokol kesehatan dan pedoman CHSE. Selain mendapatkan kembali kepercayaan wisatawan juga akan meningkatkan kualitas destinasi pariwisata itu sendiri. Hulunya adalah, roda perekonomian masyarakat kembali berputar,” kata dia.

Deputi Bidang Kebijakan Strategis Kemenparekraf, R Kurleni Ukar mengamini paparan Hariyanto. Saat ini, kata perempuan yang karib disapa Nike itu, Kemenparekraf tengah menyusun pedoman bagi destinasi dan pelaku wisata mengenai protokol kesehatan dan sertifikasi CHSE. Saat ini, imbas pandemi COVID-19 pola perilaku wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata mengalami perubahan drastis.

Jika dahulu hanya atraksi, aksesibilitas dan amenitas yang menjadi pertimbangan wisatawan dalam menentukan destinasi yang akan ditujunya, kini faktor keselamatan kesehatan menjadi pertimbangan yang juga diperhatikan oleh mereka. “Maka dari itu penting untuk menerapkan protokol kesehatan dan penerapan CHSE di destinasi wisata. Selain menjadi faktor pertimbangan wisatawan, penerapan protokol kesehatan dan CHSE juga dalam rangka memperbaiki peringkat pariwisata Indonesia berdasarkan indeks TTCI,” ucap Nike.

Nike melanjutkan, peningkatan indeks daya saing pariwisata merupakan salah satu target dalam RPJMN yang ingin diwujudkan oleh Kemenparekraf. Berdasarkan data Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dikeluarkan World Economic Forum (WEF) pada 2019, dari 14 pilar yang menjadi penilaian daya saing pariwisata, Indonesia memiliki keunggulan kompetitif pada 5 pilar yaitu Price Competitiveness,  Prioritization of Travel dan Tourism, International Opennes, Natural Resources, serta Cultural Resources & Business Travel. Sementara itu, pariwisata Indonesia dihadapkan dengan lima tantangan terbesar terkait daya saing Environmental Sustainability, Health & Hygiene, Tourist Service Infrastructure, Safety dan Security, serta ICT Readiness.

“Pariwisata ditetapkan sebagai leading sector sebagai bukti keseriusan pemerintah untuk terus membenahi segala aspek pembangunan pariwisata Indonesia yang berkelanjutan dengan memperhatikan aspek ekonomi, sosial-budaya serta lingkungan hidup,” demikian Nike.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *