Papua Perkenalkan Noken Lewat Festival

oleh -1,787 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID– Papua benar-benar merayakan Hari Noken, Selasa (4/12). Beragam jenis karya didisplay dalam Festival Noken 2018. Tidak hanya itu, proses pembuatannya juga diperlihatkan.

Beragam rupa dan motif terbaik ditampilkan sebagai simbol dari kekuatan 250 suku di Papua, juga Papua Barat. Mengusung tema ‘Wonderful Papuan Traditional Bag’, Festival Noken 2018 dipusatkan di Auditorium Universitas Cederawasih. Ada sekitar 300 ‘Mama-Mama Noken’ yang terlibat dalam event ini.

“Noken ini sudah menjadi identitas Papua. Benda ini selalu lekat dalam keseharian masyarakat Papua. Jadi, menyangkut noken ini berbicara Papua. Bagian dari semua. Tanggal 4 Desember ini menjadi Hari Noken. Semuanya merayakannya, salah satunya melalui Festival Noken ini,” ungkap Kadispar Kota Jayapura, Matias B Mano.

Ada banyak daerah di Papua yang bergabung di festival ini. Selain Jayapura, ada juga Jayawijaya (Wamena) dan Tambrauw (Papua Barat). Selebrasi Festival Noken 2018 ini ditandai dengan karnaval budaya. Karnaval ini memiliki rute dari Museum Waena menuju Auditorium Universitas Cenderawasih. Total jarak yang ditempuh sekitar 2,5 kilometer.

Mengirimkan 40 duta nokennya, Tambrauw tampil eksotis dalam karnaval. Mereka membawa beragam jenis dan ukuran noken. Kesemarakan makin terlihat dengan kostum adat plus asesoris lengkap, seperti busur panah dan tombak kecil. Mereka menyempurnakannya melalui tambur dan wor.

“Festival Noken ini kesempatan bagus untuk branding pariwisata. Lebih bagus lagi, event ini digelar bersamaan dengan Hari Noken. Secara umum, Noken memiliki banyak jenis. Motifnya beragam dan dengan filosofi berbeda. Setiap suku memiliki karakternya masing-masing,” kata Koordinatos Pentas Budaya Delegasi Tambrauw Roy Noris Yesnath.

Dalam penampilannya, delegasi Tambrauw mewakili 4 suku. Mereka berasal dari Suku Miyah, Abun, Empur, dan Ireres. Menggunakan 40 orang sebagai media show noken, Tambrauw menampilkan bentuk apetiqor. Motifnya didominasi biyek dengan menggunakan konsep anyaman kulit kayu. Ada tiga warna yang ditampilkan, seperti merah, hitam, dan cokelat muda terang.

Pemunculan warnanya sangat unik melalui proses alamai. Warna merah dihasilkan dari daun tanaman viyes. Untuk warna hitam diambil dari buah tram. Warna alami cokelat muda terang berasal dari basic bahan baku noken.

“Proses pembuatan noken masih dilakukan secara alami. Bahan baku noken sangat beragam. Yang jelas noken ini memiliki filosofi yang luar biasa,” tuturnya.

Mengacu dari berbagai wilayah di Pulau Papua, noken umumnya dibuat dari pohon manduam, nawa, hingga anggrek hutan. Ukuran dari noken juga beragam menurut fungsinya. Ada noken ukuran besar yatoo yang digunakan membawa barang hingga menggendong anak. Noken ukuran sedang pun disebut gapagoo dengan fungsi membawa barang belanjaan. Untuk ukuran kecil disebut mitutee.

“Festival Noken ini memberikan experience terbaik bagi para pengunjungnya. Mereka bisa melihat dari dekat proses pembuatan noken. Sebab, proses pembuatan noken inicukup rumit,” terang Kepala Seksi Bidang Pemasaran Area IV Regional III Kemenpar Budi Sardjono.

Proses pembuatan noken membutuhkan waktu panjang karena dilakukan manual. Pembuatannya pun dimulai dengan mengolah bahan baku yang dikeringkan dan dipilah seratnya. Serat kayu lalu dipintal menjadi benang. Berikutnya, noken dirajut dengan menggunakan tangan. Proses pembuatan noken ini membutuhkan waktu 1 minggu hingga 2 bulan menurut ukuran dan proses yang dilakukannya.

Secara umum, noken dibuat oleh perempuan Papua. Skill ini menjadi penanda bahwa sang perempuan ini sudah dinilai dewasa. Artinya, sang perempuan sudah layak membina bahtera rumah tangga. Untuk noken, harga yang ditawarkan beragam ratusan ribu. Namun, khusus Festival Noken dihargai Rp50 ribu hingga Rp200 ribu saja.

“Noken ini memiliki value tinggi secara ekonomi. Festival Noken ini pun menghasilkan perputaran uang yang bagus. Para pengunjung yang datang membeli noken-noken ini karena harganya lebih murah. Hal ini tentu bagus untuk menambah inkam,” ujar Budi lagi.

Selain berfungsi sebagai pembawa barang, noken ini juga mengalami perkembangan. Festival Noken ini turut memamerkan varian lain berupa penutup kepala, sepatu, hingga baju dan celana dari bahan alami ini. Asisten Deputi Bidang Pemasaran I Regional III Kementerian Pariwisata Ricky Fauziyani mengakui, noken sebagai warisan besar budaya Papua.

“Noken ini terus mengalami perkembangan. Dinamis mengikuti kebutuhan dan perkembangan, namun tetap mempertahankan esensi budaya dasarnya. Warisan budaya ini harus dipertahankan. Sebab, di situ juga ada nilai ekonomi yang besar. Noken ini juga menjadi industri rumahan yang menghasilkan inkam besar,” tegas Ricky.

Kemeriahan dan eksotisme Festival Noken pun mendapatkan apresiasi dari Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya. Menpar mengungkapkan, noken harus terus dilestarikan untuk budaya dan kesejahteraan.

“Noken harus dipertahankan, apalagi sudah diakui oleh UNESCO. Noken ini warisan yang luar biasa, apalagi bisa menghasilkan kesejahteraan. Kami akan terus support karena noken merupakan daya tarik pariwisata yang besar,” tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *