Pulang Kampung, Festival Payung Indonesia 2018 Menghangatkan Borobudur

oleh -1,700 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID-Festival Payung Indonesia 2018 pulang kampung. Event ini digelar di tempat asalnya, ibu segala payung yakni Borobudur. Keseruan event ini sulit ditandingi. Bahkan, hujan yang turun tidak menyurutkan meriahnya pembukaan festival. Kegiatan pembukaan digelar di Taman Lumbini, Candi Borobudur, Magelang, Jawa Tengah, Jumat (7/9).

Berbagai ragam payung Nusantara hadir di Borobudur. Mereka menyemarakkan perayaan tahunan yang mengangkat tema Lalitavistara. Tema diambil dari kisah yang terpapar pada relief Borobudur. Yaitu merayakan payung sebagai penanda kelahiran, berbagai tahap kehidupan, keagungan dan kematian.

Event yang masuk Calendar of Event Kementerian Pariwisata, dibuka oleh Arak-Arakan Payung Nusantara. Mereka mengelilingi Borobudur. Menapaki kembali jalan purba yang dilalui para peziarah dunia bersama masyarakat sekitar. Pagi, siang dan sore hari terdapat pentas tari dan musik, workshop pembuatan payung, workshop payung ecoprint, dan pameran payung lontar.

“Candi Borobudur merupakan tempat asal lahirnya payung Nusantara. Filosofinya sangat dalam. Payung menjadi simbol sekaligus penanda dalam siklus kehidupan dan perekat keberagaman,” ujar Ketua Pelaksana Festival Payung Indonesia, Heru Mataya.

Heru menjelaskan, festival ini menjadi perayaan rakyat terbesar yang dihadiri berbagai kalangan masyarakat. Perayaan kehangatan yang digelar dalam ‘Sepayung Indonesia’.

“Selama tiga hari pengunjung akan dimanjakan dengan berbagai ragam tradisi payung dari pelosok tanah air, seperti Jepara, Banyumas, Tasikmalaya, Tegal, Kendal, Malang dan Juwiring (Klaten),” sebutnya.

Selain memamerkan seni payung, beragam grup tari, musik, fashion dan komunitas kreatif dari Lumajang, Padang, Makassar, Banjarbaru (Kalsel), Bengkulu, Lampung Utara, Sumba Timur, Bali, Malang, Surabaya, Solo, Jakarta, Yogyakarta dan berbagai daerah lainnya, berpartisipasi juga para perancang busana muda.

“Festival Payung Indonesia ini mempertemukan perajin payung, seniman, pekerja seni dan komunitas kreatif untuk melestarikan payung tradisional Indonesia. Selain itu mengeksplorasi tradisi payung Indonesia hingga batas terjauhnya dengan melibatkan partisipasi beragam masyarakat,” jelasnya.

Partisipan festival tidak hanya dari dalam negeri. Ada juga dari Jepang, India, Pakistan dan Thailand. Untuk delegasi Thailand memang sudah rutin selalu hadir. Karena Festival Payung Indonesia dan Bo Sang Umbrella Festival (Tonpao, Provinsi Chiang Mai, Thailand) sudah melakukan hubungan sister-festival sejak 2016. Visinya, bersama menuju Asian Umbrella Community.

Selain pertunjukan seni, festival ini juga menjelajahi cita rasa sajian kuliner klasik Rasakala, yang meramu kembali kekayaan rasa yang digali kembali dari artefak sunyi Borobudur.

Malam hari pengunjung diajak mendengarkan lantunan sunyi Ata Ratu dari Sumba Timur, Suara Semesta Ayu Laksmi dari Bali, dan kidung kontemporer dari Endah Laras.

Di puncak acara, terdapat Anugerah Payung Indonesia untuk Syofyani Yusaf maestro tari dari Padang, Ata Ratu maestro musik Jungga (alat musik tradisional Sumba Timur), dan Mukhlis Maman maestro musik Kuriding (alat musik tradisional Kalimantan Selatan).

Ketua Calendar of Event (CoE) Kementerian Pariwisata Esthy Reko Astuty mengatakan, Festival Payung Indonesia 2018 yang diselenggarakan di komplek Candi Borobudur diharapkan dapat mendorong dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat sekitarnya.

“Dengan hadirnya beberapa negara peserta dari mancanegara dan tentunya berbagai kelompok budaya nasional tentunya dapat lebih mengembangkan pariwisata Indonesia khususnya Candi Borobudur,” ujar Esthy.

Penyelenggaraan Festival Payung Indonesia 2018 ini berbarengan dengan peringatan 70 tahun Kongres Kebudayaan 1948 yang diselenggarakan di Magelang. Pertemuan kebudayaan pertama yang bersejarah dihadiri oleh Presiden Soekarno, Wakil Presiden Hatta, Panglima besar Soedirman, Ki Hajar Dewantara dan seluruh budayawan pada masanya.

“Kongres Kebudayaan yang dengan tegas mencanangkan bahwa kita berada dalam payung bersama Indonesia,” cetusnya.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengapresiasi pelaksanaan festival ini. Menpar mengatakan, banyak wisatawan mancanegara (wisman) kepicut untuk menyambangi atraksi-atraksi baru di Borobudur.

“Bila candi yang berada di Magelang ini sering menjadi tempat berbagai atraksi, bukan tak mungkin kawasan Borobudur akan semakin dipadati wisatawan,” ujar Menpar Arief Yahya.

Menurutnya, keberadaan atraksi akan semakin mengoptimalkan potensi Candi Borobudur. Dimana area ini terbagi dalam empat Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Wilayah yang bersinggungan dengan Borobudur diantaranya Yogyakarta, Dataran Tinggi Dieng, Semarang, dan Solo.

“Kawasan Candi Borobudur sangat strategis dengan didukung dengan faktor 3A yang baik. Yaitu Akses, Amenitas dan Atraksi. Pembentukan sentra meditasi ini semakin mengukuhkan atraksi kelas dunia yang dimiliki Borobudur,” tambah Menpar Arief Yahya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *