Ramadan dan Libur Lebaran di Sunan Ampel Seru loh

oleh -2,353 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID– Pariwisata boleh mengenal low season saat Ramadan. Grafik turun. Tapi pergerakan wisata religi justru sebaliknya. Saat Ramadan dan jelang Lebaran, grafiknya justru naik. Persis seperti yang diduga Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya.  

Gambaran soal itu terlihat jelas di kompleks makam Sunan Ampel Surabaya. Setiap harinya, sekitar 100 ribu tercatat datang ke sana. Semuanya datang berduyun-duyun dengan bus, dari malam sampai pagi. Pagi sampai malam lagi.

Wajar, jika komplek makam itu ramai pengunjung. Selain makam, ada Masjid  tua yang sudah ada sejak jaman Kerajaan Majapahit. Yang membangun masjid juga bukan orang sembarangan. Namanya Sunan Ampel. Namanya tercatat ke dalam list Wali Songo.

“Saat Ramadan dan jelang Lebaran, Wisatawan Nusantara memang memilih berwisata religi. Ini panen bagi orang pariwisata,” sebut Menpar Arief Yahya, Jumat (8/6).

Ucapannya memang langsung terbukti. Saat H-7 Lebaran, pengunjung Masjid Sunan Ampel makin membludak. Maklum, masjid ini punya tradisi “maleman”. Dalam tradisi itu, para pengunjung membaca tahlil, tadarus, shalat sunah, dan iktikaf semalam suntuk. Tradisi ini banyak diikuti para pengunjung. Utamanya di tanggal ganjil sepuluh hari terakhir Ramadan.

Tak hanya beritikaf dan berziarah ke makam Sunan Ampel, para pengunjung tempat ini juga banyak memburu air dari sumur kuno di belakang masjid yang terletak di Surabaya ini. Para peziarah yakin khasiat air sumur itu sama dengan air zamzam di Mekah, Arab Saudi.

Ada yang sekedar menggunakannya untuk membasuh muka. Ada juga yang langsung meminumnya. Bahkan, para peziarah banyak yang membawanya pulang dengan botol-botol air mineral sebagai oleh-oleh.

Konon, sumur itu dibuat langsung oleh Sunan Ampel untuk keperluan berwudu. Saat ini, sumur itu ditutup besi. Namun para peziarah masih bisa mendapati air sumur yang diangap mengandung berkah itu di dalam gentong-gentong yang telah tersedia di belakang Masjid Ampel.

Yang senang hunting arsitektur unik, Masjid Sunan Ampel juga bisa jadi pemuas dahaga. Arstektur masjid berpintu 48 ini kental gaya Jawa kuno. Tak ada kubah. Atapnya bersusun tiga. Seperti bangunan pendopo, masjid ini ditopang oleh pilar-pilar yang jumlahnya enam belas. Tiang-tiang itu berdiameter 60 sentimeter, panjangnya 17 meter, jumlah yang sama dengan rakaat salat lima waktu. “Tempatnya memang keren. Tinggal mempromosikan saja karena destinasinya sudah sangat layak jual,” tambahnya. 

Yang membuat Menpar happy, masjid yang menjadi cagar budaya ini masih terawat. Sebuah menara yang dibuat pada abad ke-14 juga masih terlihat gagah menjulang di halaman. 

“Untuk Wisnus kita punya banyak Wisata Religi seperti Ziarah Wali Songo di Pantura, dari Cirebon, Demak, Kudus, Tuban, sampai Surabaya.Sudah pasti ramai,” ungkap Arief Yahya.

Imbasnya pun langsung mengarah ke pendapatan masyarakat. Manisnya terasa sampai level terbawah. Puluhan lapak dan toko yang menjajakan aneka ragam barang dagangan tak pernah sepi. Pedagang baju gamis, kerudung, mukena, sarung, aneka aksesori buatan tangan, minyak wangi, kurma, alat musik tradisional, semuanya kebanjiran orderan.

Hasnafi misalnya. Salah seorang pedagang pakaian di kompleks makam Sunan Ampel itu mengaku panen rezeki.  “Omzet bisa dua kali lipat saat Ramadan,” akunya. 

Pedagang songkok di Makam Sunan Ampel juga bernasib sama. Penjualan songkok berbagai motif meningkat dibanding hari-hari biasa. Di sana, beragam songkok dengan aneka motif tersedia. 

 “Di penghujung Ramadan, pengunjung malah makin ramai. Saya sampai kekurangan stok barang dagangan ditambah,” timpal Hamdi, salah seorang pedagang songkok.

Deputi Pemasaran I Kementerian Pariwisata, I Gde Pitana, didampingi Asisten Deputi Pemasaran 1 Regional II Kemenpar, Sumarni, ikutan sumringah. Dia berharap wisata religi di Sunan Ampel Surabaya menjadi bagian dari pendongkrak kedatangan wisatawan ke Jawa Timur. “Atraksi yang hebat, sudah menjadi modal yang kuat untuk memajukan pariwisata. Pastikan semua yang wisata religi ke Sunan Ampel juga mengetahui keindahan wisata yang ada di sekitar Surabaya,” kata Pitana yang diamini Sumarni. (“)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *