Setiap Gong Berbunyi, Musik Terhenti, Menpar Pun Terpatri

oleh -886 views
oleh

GARUT – Hadir di Garut sejatinya bukan hal baru buat Menteri Pariwisata Arief Yahya. Namun, Senin (2/9), Menpar Arief dibuat terpatri saat Kunker ke Garut. Terutama saat mengunjungi Desa Adat Pulo. Lokasinya tak jauh dari Candi Cangkuang.

Saat itu, ada dara cantik. Ia adalah juara menari di Jawa Barat. Sang dara sedang bersiap menari Purbasari. Namun setiap iringan musik digital melalui flashdisc bunyi gong berbunyi, alunan musik langsung terhenti dan file di laptop hilang. Hal tersebut terjadi bekali-kali. Menpar Arief Yahya yang ada di sana, juga dibuat terheran-heran. Akhirnya tarian dibatalkan.

Ternyata, di Desa Adat Pulo memang ada larangan membunyikan gong. Desa adat Pulo dikelilingi Situ Cangkuang dan di dekat Candi Cangkuang. Desa ini masih menjaga dan merawat tradisi tersebut dengan sangat baik.

Menurut seniman Jawa Barat Ki Dalang Wawan Ajen, Candi Cangkuang dan Kampung Pulo memiliki cerita legendaris yang sangat populer di Jawa Barat. Masyarakat di sekitar Candi m eyakini bersama adanya *pamali* atau larangan menabuh gong (alat musik tradisional) di sekitar Candi dan Kampung Pulo.

“Masyarakat khawatir jika larangan tersebut dilanggar akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan di kawasan obyek wisata tersebut,” kata Wawan.

Wawan menjelaskan, alasan pelarangan menabuh gong berawal dari cerita Eyang Embah Dalem Arief Muhammad. Konon anak laki-laki Arief Muhammad meninggal dunia saat diarak dengan tandu berbentuk prisma diiringi gamelan yang menggunakan gong besar. Tiba-tiba muncul angin topan yang menyebabkan anak tersebut terhempas dan meninggal dunia.

“Larangan menabuh gong besar kemudian tandu berbentuk prisma yang ditunggangi sang anak juga menjadi alasan larangan berikutnya. Warga adat tidak diperbolehkan membuat rumah beratap jure atau prisma, tetapi harus memanjang,” ungkapnya. Itu keyakinan yang disepakati persama oleh warga adat kampung pula.

Larangan lainya juga tidak boleh memelihara hewan besar berkaki empat, seperti sapi, kambing, dan kerbau. Maksudnya, untuk menjaga kebersihan halaman rumah, tanaman, dan makam keramat. Alasan lain karena keterbatasan area wilayah adat.

Kampung Pulo sendiri hanya terdiri dari enam buah rumah dan satu bangunan mushala. Konon hal itu menggambarkan jumlah anak Embah Dalem Arief Muhammad. Beliau memiliki enam anak perempuan dan satu anak laki-laki.

Warga Kampung Pulo saat ini berjumlah 23 orang yang terdiri dari 10 perempuan dan 13 laki-laki. Mereka merupakan generasi ke-8, ke-9, dan ke-10 dari Embah Dalem Arief Muhammad.

Menteri Pariwisata Arief Yahya ikut kagumi kuatnya budaya yang ada di Kampung Pulo. Dia meyakini, dengan dipromosikannya budaya dengan lewat destinasi digital, akan ada hasil luar biasa.

“Story tellingnya sangat bagus, budayanya juga oke, apalagi suasana alamnya sangat indah. Semua sudah lengkap, tinggal dipromosikan lewat digital,” kata Menpar Arief Yahya.

Menpar menambahkan, dengan nilai budaya kuat yang dimiliki Garut, tidak akan sulit untuk mengembangkan pariwisata di Garut.

“60 persen wisatawan datang itu karena budaya yang ada di Indonesia. Sebab itu, budaya semakin dilestarikan, akan semakin menyejahterakan,” pungkas Menpar Arief Yahya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *