Sulsel akan Tawarkan Sutera Terbaik untuk Wisatawan Tawau

oleh -2,019 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID– Sutera salah satu komoditi terbaik milik Sulawesi Selatan (Sulsel). Kualitasnya prima, warna oke, dan motifnya unik. Produk unggulan ini sudah menunggu kehadiran wisatawan asal Tawau, Malaysia.

Tidak hanya wisatawan, sutera berkualitas ini juga siap menyambut peserta Indonesia Tourism Table Top (ITTT) Sales Mission Makassar for Tawau. Sembari menikmati city tour, mereka juga merasakan sutera terbaik karya Negeri Para Daeng. Sutera-sutera ini dipajang berjejer pada galeri di sepanjang Jalan Gunung Lompobattang, Makassar.

“Sutera dari Sulsel sudah terkenal sebagai yang terbaik. Ini kesempatan mereka untuk mengeksplorasi destinasi Sulsel. Dengan potensinya, sutera sangat potensial ditawarkan bagi wisatawan Tawau, Sabah, Malaysia. Harga-harga sutera di sini juga terjangkau,” ungkap Fungsi Ekonomi Konsulat RI di Tawau Septania Ruby Prameswari, Kamis (8/11).

Sulsel menjadi pemasok 90% sutera di Indonesia pada 2015. Kapasitas produksi sutera Sulsel mencapai 8 ton. Basis industri ini berada di Sopeng, Wajo, dan Enrekang.

“Kualitas sutera Sulsel ini nomor 1 di Indonesia. Sutera di sini banyak peminatnya, terutama wisatawan yang datang ke Makassar. Kami produksi sendiri. Produksi benang diambil dari Sopeng dan Enrekang. Wajo khusus pemintalannya, meski di Makassar juga ada tapi tidak banyak,” tutur Pelaku UMKM Tenun Sa’be Belo Rustam asal Sengkang, Wajo.

Pemintalan benang sutera Wajo menghasilkan beberapa produk, seperti kain dan sarung. Pengerjaannya dengan alat tenun bukan mesin (ATBM) dan manual (badoka). Sebagai ilustrasi, untuk menghasilkan 1 lembar sarung (ukuran 2 meter) secara manual diperlukan waktu 1 bulan. Bila menggunakan ATBM, 1 lembar kain sarung dengan ukuran serupa hanya dikerjakan dalam waktu 1 hari.

“Optimalisasi alat manual dan ATBM tetap dilakukan. Semua memiliki segmentasi pasar sendiri-sendiri. Kadang kami juga harus mengejar waktu dan kapasitas produksi, makanya ATBM yang dioptimalkan,” jelasnya lagi.

Untuk membuat 1 lembar kain sarung, dibutuhkan benang sutera seberat 250 gram. Untuk mengimbangi kebutuhan pasar dan ketersediaan bahan baku, pengrajin sutera juga melakukan impor benang. Asalnya dari Tiongkok dan Hong Kong.

“Kebutuhan pasar harus disikapi. Kami cukup lengkap. Selain kain atau sarung, kami juga sudah mengembangkan busana. Ada perancang busana khusus,” jelas Rustam.

Sedikitnya, ada 50 motif kain sutera yang ditawarkan dari Sulsel. Beberapa motif yang familiar diantaranya, Coboh, Lagosi, Pucuk, dan Logoh. Sedikit gambaran, motif Coboh biasanya dipakai untuk acara penting dan sakral, termasuk pengantin raja.

Sulsel juga mengembangkan motif Lontara. Motif berupa aksara daerah Bugis-Makassar.

“Yang jelas, kami memperhatikan kualitas secara menyeluruh. Kami juga menawarkan banyak motif dan semuanya unik dengan karakter khasnya. Motif-motif ini akan terus berkembang. Sebab, ini bagian dari kreativitas dan inovasi yang kami lakukan,” katanya lagi.

Ada beberapa cara mengenali kain sutera berkualitas, seperti rasa halus dan berbunti saat digosok. Bila terkena cahaya, kain sutera akan mengkilat. Saat dipakai rasanya sejuk. Agar sutera ini awet, sebaiknya kain tidak dicuci menggunakan detergen. Pencuciannya pun dilakukan manual. Proses penjemuran di tempat teduh, lalu saat menyetrika menggunakan suhu rendah.

“Cenderamata terbaik dimiliki Sulsel. Sutera ini adalah karya terbaik yang mereka tawarkan. Nantinya saat berada di Sulsel, wisatawan Tawau harus membawa pulang kain sutera ini sebagai oleh-oleh. Selain kualitas, harganya juga ramah,” terang Plt Deputi Bidang Pemasaran I Kementerian Pariwisata Ni Wayan Giri Adnyani.

Dipajang di sepanjang Jalan Gunung Lompobattang, Makassar, kain sutera diberi banderol Rp300 ribu per meter. Untuk harga selembar sarung sutera dihargai Rp1,15 juta. Menawarkan karya terbaik, produk UMKM Tenun Sa’be Belo, Sengkang, Wajo, dipasarkan ke Jawa. Kota tujuannya adalah Solo, Yogyakarta, dan Pekalongan. Dalam sebulan ada 2 kali pengiriman.

“Selain alam dan budaya, destinasi Sulsel ini sangat unik. Sutera asal Sulsel ini harus menjadi koleksi. Secara kualitas sudah terbukti bagus. Kami tentu berharap, dengan berkembangnya akses pariwisata di Sulsel semakin menggerakan industri kreatif seperti ini,” tegas Asisten Deputi Pemasaran I Regional II Kemenpar Sumarni.

Sutera produk Negeri Para Daeng pernah mejeng di Asian Games 2018. Motif Lagosi pun ditawarkan dalam bentuk tas, dompet, busana, hingga sepatu.

Kepala Bidang Pemasaran Area III Asdep Pengembangan Pemasaran I Regional II Kemenpar Sapto Haryono mengungkapkan, sutera Sulsel kini memiliki potensi market baru melalui kunjungan wisatawan Tawau.

“Ini sinergi yang sangat positif. Masuknya wisatawan Tawau nanti diharapkan semakin menghidupkan industri sutera di Sulsel. Artinya, ada penambahan potensi ekonomi yang akan diterima masyarakat. Kami tentu gembira, penguatan sektor pariwisata membuka peluang ekonomi lebih luas,” tutur Sapto.

Pengakuan kualitas sutera Negeri Para Daeng pun diberikan Menteri Pariwisata Arief Yahya. Menurutnya, sutera Sulsel memiliki kekhasan. Karya kreatif ini pun harus menjadi cenderamata wajib para wisatawan yang berkunjung ke Sulsel, termasuk warga Tawau.

“Sulsel ini destinasi terbaik. Ada banyak experience yang ditawarkan di sana. Sutera ini menjadi menu wajib bagi wisatawan, khususnya Tawau. Ada banyak motif yang ditawarkan, apalagi Tawau juga punya ikatan psikologis kuat dengan etnis Bugis di Sulsel,” tutupnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *