Visi Tanpa Aksi itu Fantasi, Aksi Tanpa Visi itu Sensasi

oleh -1,725 views
oleh

JAKARTA – Ada ratusan kata-kata mutiara yang pernah dicetuskan secara original oleh Menpar Arief Yahya selama ini. Dan semua lahir dari budaya kerja kerja kerja, dan WinWay Solid Speed Smart. Ada banyak framework dan rumus-rumus jitu yang digagas oleh Insinyur Elektro jebolan ITB Bandung, Surrey University dan Program Doktoral Unpad Bandung ini.

Itulah yang membuat setiap penampilan Menpar Arief Yahya di semua forum selalu membuat headlines yang menarik di media. Dia sadar betul fungsi dan peran media dalam Branding, Advertising, Selling. Dia juga sadar, bahwa framework yang sudah diluncurkan direspons positif oleh public dan menjadi rumus bersama. “Kalau ada rumus yang lebih baik, saya juga siap menerima koreksi,” aku Arief Yahya, Menpar RI.

Namun, sejauh ini belum ada yang secara resmi, mengajukan keberatan soal rumus dan mutiara katanya itu. Bahkan di banyak tempat justru dijadikan acuan. Misalnya, quotation soal: Visi tanpa Aksi itu fantasi, Aksi tanpa Visi itu sensasi atau sesaat saja, maka selaraskan antara Visi dan Aksi, yang bisa mengubah dunia.

Jack Welch pernah mengatakan, kecepatan merupakan hal terpenting untuk memenangkan bisnis. “The 3S’s of winning in business are speed, simplicity and self-confidence,” tulisnya. Sementara dalam The Art of War, Sun Tzu mengatakan, “What is of the greatest importance in war is extraordinary speed; one cannot afford to neglect opportunity.”

Menurut Arief Yahya, ini bukan kebetulan jika Jack Welch menempatkan speed sebagai elemen pertama dari konsep 3S-nya (Speed, Simplicity, Self-Confidence). Dalam lingkungan yang berubah cepat, speed adalah segalanya.
“Itu sebabnya saya juga menempatkan speed sebagai salah satu nilai-nilai yang harus dikembangkan di Kemenpar yaitu: Solid, Speed, Smart. Dan saya sering mengatakan, yang cepat memakan yang lambat, bukan yang besar memakan yang kecil,” jelas Arief Yahya yang rajin membaca biografi tokoh-tokoh yang mengubah dunia itu.

Kecepatan terwujud jika sebuah organisasi mampu berpikir cepat (fast thinking), mengambil keputusan dengan cepat (fast decision), dan melakukan aksi dengan cepat (fast action).
Berpikir cepat sangat penting, untuk mengantisipasi masa depan melalui visi dan strategi yang dirumuskan.

Mengambil keputusan cepat juga diperlukan karena begitu banyak informasi yang harus dikerucutkan menjadi kebijakan. Dan melakukan aksi cepat sangat penting, karena aksilah yang menghasilkan result. “Jadi, semua kata-kata mutiara yang sering saya buat itu selalu punya story dan sarat makna,” ungkap Arief Yahya.

Contoh lain, yang sering diungkapkan adalah IFA – Imagine, Focus, Action. Nah, misalnya Focus, utamakan yang utama. Memprioritaskan yang prioritas, terutama dalam mengalokasikan sumber daya pada program-program prioritas.
“Kalau dalam Imagine kita menetapkan tujuan-tujuan akhir yang hendak dituju, maka dalam Focus kita harus menetapkan prioritas-prioritas agar tujuan akhir itu bisa terwujud. Karena itu Focus tak lain merupakan cermin dari kemampuan kita mengalokasikan sumber daya secara bijak,” jelasnya.

Sama halnya dengan 3A, yang sangat popular itu. Dalam rumus soal Pengembangan Destinasi, Menpar Arief Yahya selalu menyebut 3A: Atraksi, Akses, dan Amenitas. “Di hampir semua daerah, yang concern menjadikan pariwisata sebagai lokomotif pembangunan, rumus ini sudah dimengerti dan menjadi framework bersama. Rumus ini memudahkan, menyederhanakan, dan jauh dari kesan membingungkan,” ungkapnya.

Masih banyak rumus yang diciptakan Menpar Arief Yahya, dan menjadi viral dengan respons yang positif. Itu bukan terjadi sekarang saja, tetapi sudah sejak lama. Lalu, mengapa suara minor soal rumus-rumus dan kata-kata mutiara itu baru muncul belakangan? Pria kelahiran Banyuwangi yang mantan CEO PT Telkom ini pun hanya senyum-senyum saja.

Sebagai insinyur dia hanya menyebut: “Kan sama dengan digital tourism 4.0, travelers yang search and share secara digital itu 70%, sisanya 30% masih lebih nyaman dengan cara konvensional. Masih familiar dengan cara lama. Secara statistik, yang 70% akan semakin naik, yang 30% semakin turun. Karena go digital itu sebuah keniscayaan, cepat atau lambat akan terjadi. Dan kita harus siap memasuki era Creative Industry dengan segala ragam problematika ikutannya,” jelas Arief Yahya.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *