Annisa Zhafarina Qashri, Menyimpan Kecintaan Sepak Bola di Hati yang Terdalam

oleh -2,546 views
oleh

Annisa Zhafarina Qashri melempar senyum. Langkahnya ringan dan dia terlihat begitu happy. Di setiap langkah – kemana pun dia pergi, suasana hatinya sejuk dan penuh kegembiraan yang, tergambar di dalam senyumnya.

Ketika meninggalkan Stadion Ahmad bin Ali, Al Rayyan, Qatar – salah satu stadion di Piala Dunia Qatar 2022, Nisa – demikian nama panggilannya, melangkah dengan riang gembira. Dia ikut merayakan kemenangan Argentina yang mengalahkan Australia 2-1.

“Aku sangat menikmati sepak bola di sini. Aku terasa nyaman, “ kata Nisa. Satu minggu berada di Qatar, Nisa juga ikut menonton partai Prancis Vs Polandia, Brasil Vs Korea Selatan, dan Spanyol Vs Spanyol.

“Pasti nyaman, Nisa pergi bersama bos, “ kata saya menggodanya. Dan, Nisa pasti paham “bos” yang saya maksud dan dia cepat bereaksi.

“Ya, aku pergi bersama Papa,” kata dia.

Annisa Zhafarina Qashri – dia lahir di Surabaya, 13 April 1995, adalah putri satu-satunya Achsanul Qosasi. Sejak 2018, oleh Achsanul, Presiden Madura United, Nisa dipercaya sebagai Chief Operating Officer (COO) klub yang bermarkas di Pamekasan, Madura.

Rabu lalu, saya kembali melihat senyum Annisa ketika bertemu di MyTen Coffee & Eatery, cafe miliknya di Senayan Park Mall, Jl. Gerbang Pemuda, Senayan. Tapi, kali ini saya harus berhati-hati dan tak sembarang menggodanya. Di sepuluh menit pertama, saya merasakan dan harus mengakui; dia yang berada di hadapan saya ini adalah sosok wanita yang mudah beradaptasi, berani, energik dan, lepas dari bayang-bayang nama besar Achsanul Qosasi.

Membaca riwayat pendidikan yang dia raih, saya tak ragu mengatakan Annisa Zhafarina Qashri adalah wanita cerdas. Dia mengambil pendidikan bisnis, ekonomi dan hukum di University of Queensland, sebelum tercatat sebagai mahasiswi lulusan Fakultas Ekonomi di Universitas Indonesia .

“Keberanian apa yang Nisa punya ketika memutuskan untuk berada di sepak bola, kamu kan perempuan, “ kata saya, dengan sangat hati-hati.

Nisa menyambut pertanyaan ini dengan senyum. Dia mengaku terlalu dini bagi dirinya dari sedikit wanita yang berkecimpung di sepak bola. Tapi, menurut cerita Nisa, dia sudah diperkenalkan kedua orang tuanya pada sepak bola ketika masih dalam kandungan Ibunya.

Dia sadar betul dunia yang ia singgahi ini tidak mudah. Ia mengawali kecintaan pada sepak bola dengan obrolan-obrolan ringan soal sepak bola bersama Papa-nya hingga ia dipercaya terlibat di Madura United. Kemudian dia belajar pada lingkungan dimana dia berada, mempelajari dan menggali sepak bola dari sisi bisnis. Pada 2019 ia meraih UEFA Certificate of Football Management di Swiss dan London setelah menjalani pendidikan selama 9 Bulan.

Nisa pun punya kemampuan memisahkan antara sepak bola dunia yang sesungguhnya dan sepak bola Indonesia. Dia mengaku sama sekali buta dengan politik sepak bola di negeri ini dan, dia berharap situasi ini cepat berlalu.

“Bicara keberanian, aku tahu mana yang benar, mana yang harus aku lakukan, aku tahu apa yang sedang terjadi di Indonesia. Keberaniannya ya di sini, jika tidak ada yang berani memulai, siapa lagi, “ kata Nisa.

Dalam obrolan yang diselingi sop buntut dan kopi hangat itu, Nisa juga bicara bagaimana seharusnya klub-klub di Indonesia menjadi sehat. Dari kondisi kesehatan finansial yang utama, menurut Nisa kemudian terjalin hubungan yang baik, antara pemain dan manajemen.

“Sehingga para pemain merasa nyaman seperti mereka bekerja di sebuah perusahaan, “ kata Nisa.

“Jika ingin mengatakan sesuatu tuk Papa, apa yang akan Nisa katakan?”

“Yang aku ingin katakan untuk Papa adalah ‘terima kasih’, sudah membimbing aku sampai sekarang dan sudah mensupport mimpi-mimpi aku walaupun sebenarnya mimpi yang aku punya itu sangat tidak rasional untuk seorang perempuan terjun ke sepak bola, “ kata Nissa.

Nisa tiba-tiba terdiam sejenak dan melanjutkan apa yang ingin ia katakan.
“Sekali lagi ‘terima kasih’ tuk Papa yang sudah melakukan yang terbaik untuk aku. Papa yang menjadi panutan buat aku dan menjadi contoh aku setiap hari, “ kata Nisa.

Annisa Zhafarina Qashri pergi dan datang, membawa senyum untuk sepak bola dan, kecintaan itu ia simpan di hatinya yang terdalam.

Penulis :
YON MOEIS