Topeng Laten Wisatawan Mafia, Upaya Mitigasi Proteksinya pada Destinasi Wisata

oleh -144 views
oleh

JAKARTA – Pariwisata Indonesia membunyikan alarm merah. Problem sosial yang dibelitkan wisatawan mancenegara (wisman) di destinasi wisata menjelma jadi gangguan kamtibmas berat. Para wisatawan mafia tersebut menyalahgunakan visa kunjungan wisata untuk berbisnis narkotika. Omzet transaksi barang haram ini mencapai miliaran rupiah. Perilaku ini tentu menjadi noda serius bagi destinasi. Dan, upaya mitigasi untuk memproteksi destinasi wisata wajib diberikan lebih maksimal.

Topeng laten wisatawan mafia harus dimitgasi sangat serius. Sebab, ada banyak kerugian material dan imaterial yang ditimbulkannya. Industri pariwisata Indonesia pun wajib memberikan respon cepat atas kasus wisman mafia di Canggu, Bali. Adalah aparat penegak hukum yang melakukan penggerebekan sebuah villa hingga membongkar praktek harap para wisatawan mafia tersebut, Kamis (2/5). Villa tersebut digunakan sebagai pabrik pembuatan narkotika jenis ganja hidroponik.

Ironi pun menguat. Wisatawan mafia menyulap basement villa ini sebagai ladang ganja sekaligus laboratorium. Bisnis narkotikan ini pun dikendalikan wisman asal Ukraina berinisial IV (31) dan MV (31). Keduanya menjadi pemilik sekaligus peracik narkotika jenis ganja tersebut. Adapun pengedarnya adalah KK asal Russia. Dijalankan 6 bulan, bisnis haram ini mampu menghasilkan omzet Rp4 Miliar dalam bentuk Kripto. Fenomena tersebut pun memantik perhatian banyak kalangan, terutama pelaku pariwisata.

“Kasus wisatawan mafia di Bali ini jadi ironi dan noda bagi industri pariwisata. Harus jadi fokus semua stakeholder pariwisaa. Sebab, kasus ini muncul di Bali yang notabene salah satu ikon pariwisata dunia. Impak negatif yang ditimbulkannya tentu sangat besar. Semua tahu jika pariwisata merupakan sektor vital bagi perekonomian Indonesia,” ungkap Dewan Pakar TKN Bidang Pariwisata Taufan Rahmadi (TR), kemarin.

Sebagai informasi, wisatawan mafia ini bisa diasumsikan sebagai kelompok terorganisir yang menyalahgunakan visa perjalanan wisata. Mereka menggunakan status wisman sebagai topeng untuk melakukan beragam aktivitas kriminal, termasuk berbisnis narkotika jenis ganja. Selain narkotika, aktivitas haram lain yang dijalankannya bisa berupa pencucian uang, pencurian, penipuan, dan tindak kriminal lainnya.

“Aktivitas wisatawan mafia ini mengancam masyarakat dan masa depan bangsa. Memang kerugian yang ditimbulkannya luas dan sangat besar. Untuk itu, destinasi wisata secara menyeluruh harus mewaspadai munculnya status wisatawan mafia ini. Jangan biarkan kasus ini terulang lagi di tempat lain,” terang TR yang juga menjadi Pengamat Pariwisata tersebut.

TR pun menambahkan, bahaya laten yang dtimbulkan oleh aktiviotas para wisatawan mafia tersebut adalah munculnya tindak kriminalitas dan kekerasan. Munculnya tindak negatif tersebut otomatis memunculkan perasaan tidak aman pada destinasi. Dampak jangka panjangnya adalah penurunan tingkat kunjungan wisatawan secara signifikan. Hal buruk lainnya adalah rusaknya citra dan reputasi destinasi wisata tersebut.

Impact negatif berikutnya tentunya problem ekonomi. Jika jumlah wisatawan menyusut drastis, otomatis aktivitas ekonomi akan surut. Daya beli sangat melemah. Perputaran uang menjadi sangat lembat. Adapun dampak buruk dari perilaku wisatawan mafia adalah rusaknya lingkungan. Salah satu kerusakan terberat adalah degradasi ekosistem pranata dalam masyarakat.

“Perilaku negatif wisatawan mafia adalah kerugian ekonomi, lingkungan sosial, hingga kamtibmas. Ini mohon jadi perhatian serius. Strategi sebagai mitigasi khusus pariwisata harus diterapkan,” tegas pria asal Lombok, Nusa Tengara Barat (NTB), tersebut.

TR pun membagikan formulanya guna menghapus perilaku wisatawan mafia dan impact negatif yang ditimbulkannya. Tereatment preventif bisa dijalankan melalui penguatan keamanan dan pengawasan. Langkah ini bisa dijalankan dengan peningkatan kualitas dan kuantitas personel keamanan di destinasi. Implementasi CCTV secara masif pun mutlak diperlukan. Upaya preventif lainnya adalah pelatihan dan kolaborasi smua stakeholder pariwisata.

Langkah pencegahan lainnya dengan pendidikan dan menumbuhkan kesadaran. Treatment ini bisa dijalankan pada masyarakat dan wisatawan melalui kampanye edukasi. Lalu, pergerakan wisatawan diperketat melalui system registrasi terpadu. Pengetatan system regsitrasi bisa menyasar identitas, penginapan,transportasi, dan destinasi wisata. Pergerakan wisatawan mafia juga bisa diawasi melalui transaksi keuangan, termasuk tentunya penerapan hukum yang lebih tegas.

“Selain penguatan internal melalui berbagai aspek, upaya mitigasi wisatawan mafia bisa dilakukan melalui kerjasama internasional yang solid. Lebih lanjut, semua upaya preventif yang dijalankan diharapkan bisa menguatkan jaminan keamanan dan kenyamanan wisatawan di destinasi. Reputasi destinasi pun tetap terjaga hingga terus menjadi penopang perekonomian yang kompetitif,” tutup TR.(*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *