Jabatan Ketum dan Waketum PSSI Bukanlah Door Prize, KLB PSSI Sajikan Sandiwara untuk Masyarakat

oleh -1,393 views
oleh

Kongres Luar Biasa (KLB) PSSI yang sudah usai, dan menghasilkan kepemimpinan baru, Erick Thohir sebagai Ketua Umum didampingi Ratu Tisha dan Zainudin Amali sebagai Wakil Ketua Umum (Waketum) memang luar biasa.

Drama demi drama tersaji di situ secara benderang, tak hanya di depan 87 pemilik suara (voter) tapi juga perwakilan FIFA dan AFC. Belum diketahui apakah wakil FIFA dan AFC terkejut, bingung atau malahan takjub.

“Drama awal sudah membuat takjub, yakni hilangnya suara voter pada pemilihan Waketum secara ghoib yang belum terpecahkan hingga saat ini, jangan jangan penghitungan ketua umum juga dagelan itu,”ujar Johannes Sugianto, pengamat sepakbola, Sabtu, 18 Februari 2023.

Semestinya, kata Yo, panggilan akrabnya, sebelum dilakukan pemilihan ulang Waketum PSSI melakukan investigasi kenapa bisa terjadi suara hilang. Tidak susah sebenarnya jika ada niat baik, karena sudah jelas ada petugas penghitungan suara, ada kertas yang dicoblos, ada saksi-saksi.

Kenapa hal itu sangat penting diungkap dan ditindaklanjuti, karena adanya pemilihan ulang jelas bahwa semua menyepakati bahwa memang terjadi manipulasi suara. Dan ini bukan perkara sepele, karena terjadi di sebuah kongres yang merupakan lembaga tertinggi suatu organisasi.

Karena pengusutan itu tidak dilakukan, semestinya Ketua Umum terpilih dalam pidatonya atau saat memberikan keterangan pers, menyatakan keprihatinannya dan akan mengusut tuntas terjadinya kecurangan itu, jika tidak mau menyebut itu sebagai tindakan manipulasi.

Sayangnya hal itu tidak dilakukan hingga saat ini, setidaknya dari berbagai pernyataan setelah KLB PSSI itu selesai. Adanya manipulasi suara itu harus diungkap dan mendapat hukuman. Suporter melempar botol plastik saja klub yang kena denda puluhan juta.

Drama berikutnya yang tak kalah menarik adalah pengunduran diri Yunus Nusi sebagai Waketum yang mendapat suara terbanyak kedua setelah Ratu Tisha dalam pemilihan ulang.

Alasannya juga menggelikan yakni merasa tidak pantas dibandingkan dengan Zainudin Amali yang seorang Menteri dan nyungsep perolehan suaranya dalam pemilihan ulang (dari 66 suara menjadi 44 suara-red).

Menjadi pertanyaan, lanjut Yo Sugianto, apakah Yunus Nusi tidak akan mundur jika yang berada di peringkat ketiganya bukan Amali tapi 13 orang yang juga jadi calon Waketum, dan tidak menyandang jabatan menteri?. Mereka antara lain Gede Widiade, Hasani Abdulgani, Hasnuryadi Sulaiman, Syauqi Soeratno.

Begitu Yunus mundur, Amali ditetapkan sebagai penggantinya. Sayangnya hal ini tidak diprotes oleh para voter, karena semestinya dilakukan pemilihan ulang kedua, bukannya sistem urut kacang. Tidak ada jaminan Amali akan mendulang suara terbanyak di luar Ratu Tisha dan Yunus Nusi jika ada pemilihan ulang kedua.

Drama lagi, masih dalam KLB yang berlangsung, ketergesaan PSSI mengumumkan Amali sebagai Waketum 1 dan Ratu Tisha Waketum 2. Padahal sudah jelas, Amali menggantikan Yunus yang mendapat peroleh suara terbanyak kedua, di bawah Ratu Tisha.

Ketua Komite Pemilihan (KP) PSSI, Amir Burhanuddin menjelaskan bahwa Amali dapat melampirkan dokumen yang sah terkait keaktifan di Asosiasi Provinsi (Asprov) PSSI Gorontalo dan Asosiasi Kabupaten (Askab) PSSI Kabupaten Boalemo. Namun tidak disebutkan tahun berapa Amali berkecimpung di Asprov dan Askab itu.

Ketua Umum PSSI, Erick Thohir hendaknya tidak mengesampingkan apa yang terjadi di KLB 16 Februari 2023, terutama pemilihan ulang Waketum dengan drama berikutnya.

Perlu dipikirkan aturan yang melengkapi proses pemilihan pengurus PSSI di masa mendatang, belajar dari kasus pengunduran diri Yunus Nusi dan system urut kacang tersebut. Jangan lagi ada Waketum yang dibukakan jalan, menerima jabatan dengan gratis oleh orang lain. Jabatan Waketum bukanlah door prize. ***