Kegiatan RJIT di Sigi Berdampak Positif Bagi Petani

oleh -546 views
oleh

SIGI – Kebutuhan pengairan untuk lahan pertanian di Desa Porame, Kecamatan Kinovaro, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah (Sulteng) terpenuhi berkat adanya kegiatan Rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (RJIT) dari Kementerian Pertanian (Kementan).

Kondisi saluran sebelum perbaikan berupa saluran tanah, sehingga distribusi air ke lahan sawah kurang maksimal akibat sering kehilangan air akibat kebocoran. Dengan kegiatan RJIT, kondisi saluran saat ini menjadi saluran permanen menggunakan konstruksi pasangan batu dengan dua sisi.

Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, perbaikan jaringan irigasi ini dapat diharapkan dapat meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) hingga 225 dari semula 185 dengan rata-rata produksi 6 ton/ha.

“Kebutuhan air dalam usaha tani sangatlah penting, aliran-aliran air dari sumber air yang tidak bisa sampai ke lahan sawah dan tidak dapat dimanfaatkan oleh petani dapat dibantu alirannya melalui jaringan irigasi tersier. Oleh karena itu, jaringan irigasi tersier adalah komponen mutlak dalam jaringan sistem irigasi,” jelas Mentan SYL, Senin (23/11).

Kementan membantu meningkatkan pemberdayaan petani pemakai air dalam pengelolaan jaringan irigasi tersier melalui kegiatan RJIT. Jaringan irigasi tersier inilah yang masuk ke wilayah persawahan dan langsung berhubungan dengan para petani. Efek yang langsung dirasakan petani adalah, adanya penambahan Indeks Tanam.

“Dengan adanya program rehabilitasi jaringan irigasi, maka ada peningkatan pada indeks tanam petani, yang sebelumnya hanya sekali setahun menjadi dua kali bahkan bisa tiga kali,” kata Mentan SYL.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menambahkan, RJIT sesuai dengan kebutuhan petani. Sebagian besar dananya disalurkan melalui sistem swakelola petani.

“Dengan swakelola oleh petani, jaringan irigasi tersier yang direhabilitasi umumnya akan lebih bagus dan petani merasa lebih memiliki. Kita membangun secara bertahap berdasarkan kebutuhan masyarakat petani,” ujar Sarwo Edhy.

Sarwo Edhy menjelaskan, rumus program RJIT adalah jaringan sudah rusak, di sekitarnya ada sawah yang diairi, ada sumber air, dan ada petaninya. Menurutnya, dengan diserahkannya RJIT kepada kelompok tani, maka pembangunan jaringan irigasinya akan dilakukan secara gotong royong atau swakelola.

Dijelaskannya, bagi masyarakat petani yang membutuhkan bantuan RJIT atau pembangunan embung, bisa mengajukan ke Dinas Pertanian kabupaten atau kota masing-masing.

“Nanti dinas bisa meneruskannya ke Ditjen PSP untuk ditindaklanjuti. Bantuan ini diharapkan bisa membantu petani yang tujuannya bisa mensejahterakan petani,” jelas Sarwo Edhy.

Selama ini Ditjen PSP juga sudah melakukan monitoring optimalisasi pemanfaatan jaringan irigasi tersier (JIT). Selain itu, pihaknya juga akan mendata atau melakukan pemetaan jaringan irigasi yang sudah direhabilitasi dan yang belum direhabilitasi.

Ketua Kelompok Tani (Poktan) Nosoungu, Ayub mengatakan, luas layanan irigasi sebelum dilakukan perbaikan saluran seluas 50 Ha. Luas layanan irigasi setelah dilakukan perbaikan saluran seluas 60 Ha.

“Sedangkan produktivitas sebelumnya hanya 4 ton/ha, namun setelah saluran direhab mengalami kenaikan menjadi 4,5 ton/ha,” tambah Ayub.

Dijelaskannya, di lokasi ini intensitas pertanaman (IP) 200 atau 2 kali tanam dalam 1 tahun. Selain itu, dengan adanya kegiatan RJIT ini dapat berpengaruh terhadap percepatan tanam, karena kebutuhan air terdistribusi dengan lancar.

“Dampak Sosial yang dirasakan adalah semangat partisipasi masyarakat semakin tinggi, sehingga rasa tanggung jawab dan rasa memiliki saluran yang dibangun semakin baik, karena telah merasakan manfaatnya secara langsung,” pungkasnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *