Gelar Festival Literasi Tari, ASETI Bangun Ruang Rasa Baru Bagi Kebangkitan Tari Indonesia

oleh -1,828 views
oleh

JAKARTA – Asosiasi Seniman Tari Indonesia (ASETI) melihat pandemi mendorong terjadinya adaptasi besar pada kegiatan seni budaya, termasuk seni tari. Sempat mengalami keraguan atas nasibnya di masa depan, seniman tari Indonesia berusaha bertahan di tengah keterbatasan yang dihadapi. Salah satu strategi yang ditempuh yakni dengan menggunakan teknologi digital dalam perhelatan tari selama dua tahun terakhir.

Seminar, festival, pertemuan antar-seniman, kegiatan kebudayaan, kepariwisataan, penciptaan kreatif sampai dengan aksi kekaryaan terus dilaksanakan meski secara online. Sebagaimana siketahui, ASETI merupakan asosiasi yang berdiri atas semangat independen dan berjuang mencapai kesetaraan profesi seniman tari dengan profesi lainnya, Setelah pandemi lebih terkendali, ASETI melakukan gebrakan berupa helat Festival Literasi Tari yang diluncurkan pada 29 April 2022 bersamaan dengan Hari Tari Dunia. Langkah ini diambil sebagai upaya untuk membangkitkan kembali kepercayaan diri para seniman tari. Festival ini juga digagas sebagai ruang rasa baru bagi kebangkitan tari Indonesia.

Agustina Rochyanti selaku penggagas Festival Literasi Tari menyatakan, festival gang diimplementasikan dalam bentuk tulisan ini dirancang sebagai ruang untuk mendekatkan penulis dengan masyarakat luas, pelaku, penikmat serta pemerhati di dunia tari. Tentu saja festival ini memainkan peran penting dalam literasi tari.

“Ini merupakan ajang pertemuan digital, mengabadikan seni pertunjukan melalui tulisan. Festival ini dimaksudkan sebagai wahana saling berbagi tentang dunia membaca, menulis dan berpikir kritis di bidang tari,” jelas Agustina Rochyanti.

Dipaparkannya, festival ini juga akan menjadi pondasi dasar dalam berinteraksi dan beradaptasi dunia seni tari nasional dengan perubahan kreativitas dan inovasi dunia.  “Meskipun tidak mudah, upaya ini menjadi semangat dan geliat literasi tari melalui literasi digital yang mumpuni dari dan oleh seniman tari itu sendiri,” ujar Agustina Rochyanti yang juga akrab dipanggil Anti ini.

Salah satu pengurus asosiasi, Jefriandi Usman juga menjelaskan keterlibatan beberapa nama yang akan mengisi helatan ini baik dari Indonesia maupun luar negeri. Mereka di antaranya Fafa Utami, Edgar Freire (Equador), Benny Krisnawardi, Suhaimi Magi (Malaysia), Ade Alvina Damayanti, Retno Ayumi, Nurwahidah, Maharani Arnisanuari, Kusmawati, Christiano, Yudhistra Sukatanya, Silvester Petahurit, Yogi Hadiansyah dan Manchu Ahmadsyamrada.

“Kami sangat senang dengan penulis yang telah berkomitmen menyumbangkan tulisannya. Mereka adalah nama-nama yang sudah tidak asing lagi di seni tari Tanah Air. Nantinya, publik dapat membaca tulisan yang berkualitas dari mereka secara berkala,” terang Jefriandi.

Hal ini juga diamini oleh Maharani Arnisanuari, salah satu penulis, yang turut menegaskan bahwa kegiatan semacam ini sangat baik untuk menumbuhkan semangat literasi kepada kalangan khalayak luas.

Dengan tema Kebangkitan Literasi Tari Indonesia, sejumlah ulasan, kajian, pandangan dan kritik pertunjukan akan disuguhkan. Dunia literasi menawarkan ruang rasa baru karya tari untuk tumbuh selain panggung. Semakin luas dan beragam gelanggang yang dimasuki, maka semakin berbeda corak rasa yang muncul dalam diri publik. Sehingga jika semakin kaya “tabungan rasa” dan “tabungan intelektualitas” seorang seniman, maka semakin tak terduga karya yang diciptakannya.

Tulisan-tulisan ini nantinya dapat diunduh publik di ASETIMAGZ melalui website Asosiasi Seniman Tari Indonesia (ASETI). Banyak harapan yang dialamatkan pada helat ini demi kemajuan seni tari Tanah Air. Semua dapat diwujudkan dengan pelibatan semua pemangku kepentingan seni tari secara aktif melalui berbagai medium. Sehingga sejumlah keraguan akan masa depan seni tari Indonesia dapat mulai terpinggirkan melalui media literasi kepada publik. Jadi, siapa bilang seniman tari tidak peduli literasi?