Indahnya Ecowisata Mangrove di Langkat

oleh -1,775 views
oleh

SUARAJATIM.CO.ID, LANGKAT – Sumatera Utara memiliki banyak destinasi yang indah. Salah satunya, kawasan hutan mangrove di Pangkalan Brandan, Kabupaten Langkat. Bentangan hutan mangrove yang luas, begitu mengoda untuk ditaklukan. Kawasan tersebut sedang dikembangkan sebagai destinasi ecowisata oleh masyarakat sekitar.

Asdep Pengembangan Destinasi Regional I, Lokot Ahmad Enda mengatakan, hutan mangrove di Pangkalan Brandan sangat potensial menjadi destinasi unggulan Langkat. Apalagi destinasi ini menawarkan konsep berbeda dari destinasi lainnya yang ada di Sumut.

“Ecowisata menjadikan kawasan hutan mangrove di Pangkalan Brandan sangat mengoda. Sangat eksotis untuk dieksplorasi. Apalagi konsep yang ditawarkan pun berbeda dari destinasi lainnya di Sumut. Begitu juga dengan proses pengembangannya yang total dilakukan oleh masyarakat,” ucap Lokot, Kamis (14/3).

Ucapan Lokot tidak berlebihan. Sepanjang kawasan, wisatawan akan dimanjakan dengan pemandangan pohon mangrove. Ada spesies rhizophora, bruguiera, hingga xylocarpus. Belum pagi pelataran kayu yang membentang membelah kawasan tersebut. Suasanya hijau begitu memanjakan mata.

Aktivitas nelayan penangkap kepiting atau juga menjadi daya tarik tersendiri. Jika beruntung, wisatawan pun bisa menyaksikan kawanan monyet yang bergelantungan di pohon. Ada pula beberapa jenis burung yang juga akan menemani wisatawan.

“Berbagai strategi pembenahan saat ini terus Kemenpar lakukan sehingga terjadi percepatan dalam pembangunan destinasi. Selain pelatihan dan pendampingan pembentukan destinasi, kami juga memberikan bantuan lainnya. Rabu (13/3) kami juga memberikan bantuan berupa pengadaan tempat sampah melalui Bidang Pengembangan Destinasi Area I B,” terang Lokot.

Bagi Kabid Pengembangan Destinasi Area I Wijanarko, ecowisata yang dikembangkan di kawasan ini sejalan dengan konsep pariwisata berkelanjutan yang sedang diangkat Kemenpar. Bahkan Kemenpar memiliki rencana strategis pembangunan pariwisata nasional, regional, dan global. Rencana strategis ini menjadikan pariwisata berkelanjutan sebagai dasar dan arahan.

“Kemenpar mempunyai program pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan memberikan pendamping kepada destinasi wisata. Sehingga pariwisata memberi manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat. Pendampingan diharapkan agar kemanfaatan ini bisa terus berlangsung dan dijaga. Itu yang menjadi agenda kita dan juga dunia dalam pengelolaan pariwisata berkonsep ecowisata,” ujar Wijanarko.

Di tempat yang sama Kasubid Bidang Pengembangan Destinasi Area I B, Andhy Marpaung ikut angkat suara. Menurutnya ecowisata merupakan cara tepat memperdayakan masyarakat di kepariwisataan. Dengan itu masyarakat dapat secara langsung merasakan manfaat pariwisata yang meningkatkaan perekonomian mereka.

“Jadi bukan semata-mata membangun destinasi yang ada tetapi juga memberdayakan masyarakat. Mereka yang memiliki, mengelola serta menikmati hasil destinasi tersebut. Itu yang kami ingin hasilkan,” ujar Andhy.

Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, potensi yang dimiliki kawasan mangrove di Pangkalan Brandan memang sangat besar. Kawasan tersebut dapat menjadi prototype pengembangan ecowisata mangrove di Sumut.

“Ini sangat potensial untuk menjadi kawasan ecowisata yang berkembang. Kesadaran masyarakatnya terhadap pelestarian lingkungan sudah sangat tinggi. Tinggal dipoles sedikit-sedikit sudah jadi. Apalagi sebentar lagi jalan tol trans Sumatera juga akan menyentuh daerah tersebut. Saya yakin kawasan itu akan semakin diminati wisatawan,” ujar Menpar.

Menpar Arief Yahya menambahkan, pendekatan ecowisata adalah patokan yang paling bagus untuk Sustainable Tourism Development (STD). Sebab itu, hutan harus dilestarikan demi keberlanjutan.

“Pariwisata itu semakin dilestarikan maka akan semakin mensejahterakan. Begitu juga terhadap ekowisata hutan kita. Hutan semakin lestari, maka masyarakat sudah dipastikan akan semakin sejahtera,” kata Menpar Arief Yahya.

Walaupun demikian, dia mengakui, pengembangan ecowisata itu tidak sama dengan turisme massal yang mengejar jumlah wisman. Ecowisata, kata dia, lebih mencari kualitas wisman dengan nilai-nilai tertentu.

“Kemenpar mengembangkan kedua konsep itu. Keduanya saling melengkapi, saling mendukung. Kita harus punya destinasi dengan mass tourism, kita juga terus mengembangkan atraksi untuk high end tourism,” pungkasnya. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *