Wor Mamun dan Mansusu di Parade Wairon Festival BMW 2019

oleh -1,121 views
oleh

Biak – Sejumlah pemuda tiba di perkampungan, disambut wor mamun atau nyanyian perang oleh sekelompok warga. Wor mamun sendiri dibawakan dengan tari-tarian serta tabuhan tifa, alat musik tradisional Papua. Tak lama berselang, tetua adat memberi arahan. Perang harus dihadapi dengan gagah berani.

Skenario tersebut ditampilkan pada Parade Wairon, dalam rangkaian Festival Biak Munara Wampasi 2019, Rabu (3/7). Kegiatan berlangsung di Pelabuhan BMJ, atau tepatnya di Belakang Hotel Nirmala, Biak Numfor.

Budayawan Biak, Hosea Mirino mengatakan, dahulu peperangan dilakukan bersama warga kampung tetangga. Termasuk perang melawan penjajah, selalu dilakukan bersama-sama, dalam 1 komando tetua adat.

“Karena kita tinggal di daerah pesisir, kita gunakan perahu untuk menjangkau lokasi perang. Perahu ini kita sebut mansusu karena bisa dikemudikan dua arah, maju dan mundur,” ujarnya.

Perahu mansusu dibuat sama antara haluan dan buritan, sehingga jika ingin kembali tidak perlu memutar. Mereka cukup membalik badan dan mendayung. Untuk ukuran perahu tergantung kebutuhan, tapi umumnya berukuran 6-12 meter.

Sementara mengenai wor mamun, ini sebenarnya adalah lagu untuk mengobarkan semangat juang. Syair-syairnya pun berisi dukungan dan pesan moral agar tak sedikitpun gentar menghadapi lawan. Spirit juang terus disuarakan sepanjang wor mamun didendangkan.

“Sebelum berangkat, tetua adat atau panglima perang akan memberi wejangan. Jangan bercerai-berai. Siapkan semangat kita, fisik kita, dan perahu kita untuk berperang. Kelak jika kemenangan diraih, kepala musuh wajib dibawa pulang sebagai tanda bukti,” urainya.

Kepala Dinas Pariwisata Biak Numfor Turbey Onisimus Dangeubun menambahkan, Parade Wairon dilakukan untuk mengingatkan masyarakat terkait sejarah nenek moyang terdahulu. Bahwa kita memiliki perahu unik yaitu mansusu.

“Melalui festival ini, perahu mansusu diangkat kembali dan ditampilkan ke publik meski bentuknya lebih sederhana. Kegiatan ini biasanya juga diangkat di berbagai event. Artinya bukan hanya di Festival Biak Munara Wampasi ini,” ungkapnya.

Ketua Pelaksana Calendar of Event Kemenpar Esthy Reko Astuty menuturkan, Festival Biak Munara Wampasi 2019 berlangsung tanggal 1-6 Juli. Event ini menjadi prioritas karena masuk Calendar of Event (CoE) Kemenpar. Melalui kegiatan ini, diharapkan jumlah kunjungan wisatawan ke Biak dapat meningkat.

“Biak mempunyai seni dan budaya yang beragam. Kita melihat kekuatan budaya sangat menonjol, sehingga sangat layak untuk dipelihara dan dilestarikan. Nuansa budaya juga harus lebih dikentalkan lagi. Apalagi, Biak memiliki toleransi beragama yang kuat. Sehingga, bisa membawa kenyamanan pada wisatawan yang datang,” jelasnya.

Deputi Bidang Pengembangan Pemasaran I Kemenpar Rizki Handayani menjelaskan, selain wisatawan lokal ada pula wisatawan mancanegara yang menghadiri Festival Biak Munara Wampasi 2019.

“Ini menjadi bukti bahwa event ini sudah cukup dikenal oleh para wisatawan. Ke depan, pemerintah daerah harus lebih maksimal lagi mengemas kegiatan ini, sehingga gaungnya terdengar lebih luas,” imbaunya, diamini Asisten Deputi Pengembangan Pemasaran I Regional III Kemenpar Muh. Ricky Fauziani.

Menteri Pariwisata Arief Yahya menuturkan, Festival Biak Munara Wampasi sudah memasuki tahun ketujuh. Artinya, ia berharap pemerintah setempat terus berbenah agar kemasan event ini semakin menarik.

“Dengan tema ‘Menguatkan Budaya, Membingkai Pesona’, Festival Biak Munara Wampasi 2019 diharapkan dapat mengangkat potensi pariwisata di daerah setempat. Termasuk menjaga serta melestarikan adat istiadat dan budaya asli masyarakat Biak,” tandasnya.(***)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *